INDOPOLITIKAPengacara Subhan Palal, yang mengajukan gugatan terhadap Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka terkait dugaan ketidaksesuaian ijazah SMA, menyatakan keberatannya atas langkah Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang menghadirkan dua kuasa hukum sekaligus dalam sidang penentuan jadwal perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Kedua kuasa hukum KPU tersebut terdiri dari pengacara internal KPU dan satu orang perwakilan dari kejaksaan. Hal ini menuai penolakan dari pihak penggugat.

“KPU mengangkat kuasa baru dari kejaksaan. Saya keberatan karena kuasanya jadi dua. Kalau sudah tunjuk kejaksaan, harusnya kuasa lama dari KPU dicabut,” tegas Subhan.

Pengacara Subhan Palal merujuk pada Pasal 1816 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang mengatur bahwa dalam pengangkatan kuasa hukum, apabila ada kuasa baru, maka kuasa yang lama otomatis harus ditarik.

Ia menekankan bahwa kejelasan dalam perwakilan hukum adalah hal yang krusial agar proses peradilan tidak cacat secara prosedural.

“Kalau tidak tertib dalam hukum acara, putusannya bisa berbahaya. Siapa sebenarnya yang mewakili? Ini menyangkut keabsahan dalam proses hukum,” tambahnya.

Subhan juga menepis anggapan bahwa keberatannya tersebut bertujuan untuk mengulur waktu. Ia menekankan bahwa setiap jalannya proses hukum harus berjalan sesuai dengan koridor aturan yang sah dan konstitusional.

Meskipun menyatakan penolakan, Subhan menyerahkan sepenuhnya keputusan terkait keberadaan dua kuasa hukum tersebut kepada majelis hakim yang memimpin perkara. Ia berharap dalam waktu dekat, pengadilan dapat menetapkan jadwal sidang selanjutnya.

“Ini hal baru juga buat saya. Kita tunggu saja putusan majelis hakim, apakah dua kuasa hukum ini diperbolehkan atau tidak,” ucapnya.

Dalam perkara ini, Subhan menggugat Gibran Rakabuming Raka dengan tuntutan ganti rugi sebesar Rp125 triliun, dengan dalil bahwa Gibran tidak memenuhi syarat pendidikan sebagai Wakil Presiden 2024–2029 karena mengenyam pendidikan SMA di Singapura.

Sebelumnya, pengadilan telah berupaya melakukan mediasi antara pihak penggugat (Subhan), tergugat I (Gibran), dan tergugat II (KPU).

Namun, mediasi tersebut gagal karena salah satu tuntutan Subhan, yakni permintaan agar Gibran mengundurkan diri dari jabatan wakil presiden dan menyampaikan permintaan maaf kepada publik terkait ijazahnya, tidak dikabulkan.

Perkara ini menjadi sorotan publik karena menyentuh isu sensitif terkait keabsahan syarat pendidikan seorang pejabat negara, serta memunculkan perdebatan hukum yang berpotensi berdampak pada citra lembaga penyelenggara pemilu. (Nul)

Cek berita dan artikel menarik lainnya di Google News Indopolitika.com