INDOPOLITIKA – Perang dagang antara Amerika Serikat dan China semakin memanas, memicu tren baru di media sosial. Kebijakan Presiden AS, Donald Trump, yang menetapkan tarif impor hingga 145 persen terhadap produk asal China pada April 2025 memicu reaksi keras dari para pelaku industri di Negeri Tirai Bambu.
Sebagai bentuk respons, sejumlah produsen China mulai membagikan video yang viral di berbagai platform media sosial.
Dalam video tersebut, mereka mengungkap fakta mengejutkan bahwa banyak produk mewah dari merek Barat ternama—seperti tas Hermès Birkin, Dior, dan legging Lululemon—sebenarnya diproduksi di China dengan biaya yang jauh lebih murah dibanding harga jualnya di pasaran.
Video-video berlabel “Perang dagang” ini menampilkan detail proses produksi, termasuk harga satuan produk dan cara memesan langsung dari pabrik. Tujuannya adalah mengedukasi konsumen tentang tingginya margin harga akibat branding, sekaligus menunjukkan alternatif pembelian yang lebih terjangkau.
Salah satu akun viral, @bagbestie1, mengklaim bahwa mayoritas produk merek mewah global sebenarnya dibuat di pabrik-pabrik di China.
Dalam unggahannya pada Kamis (17/4/2025), akun tersebut menuliskan, “Beberapa orang menganggap label ‘Made in China’ menurunkan kesan mewah suatu produk. Padahal, lebih dari 80 persen tas dari brand ternama dunia dibuat di China.”
Ia juga mengungkap bahwa biaya produksi sebuah tas Hermès Birkin yang dijual seharga 38.000 Dolar AS (sekitar Rp637 juta) hanya sekitar 1.000 Dolar AS (sekitar Rp16 juta).
Tak hanya itu, produk lain seperti legging Lululemon yang dijual di Washington seharga 100 Dolar AS (sekitar Rp1,6 juta) disebut-sebut diproduksi di Yiwu, China, dengan biaya produksi hanya 5–6 Dolar AS (sekitar Rp83 ribu–Rp100 ribu) per pasang.
Video lainnya yang diunggah oleh agen sourcing dan pengiriman bahkan memberikan panduan praktis untuk memesan langsung dari produsen melalui platform seperti Taobao, WhatsApp, dan WeChat. Beberapa kreator bahkan menyisipkan tautan langsung ke pabrik dalam kolom komentar.
Fenomena ini mencuat bersamaan dengan berakhirnya kebijakan “de minimis AS,” yang sebelumnya membebaskan bea masuk bagi barang-barang murah dari China dan Hong Kong. Perubahan ini berdampak besar pada pelaku usaha kecil yang selama ini mengandalkan pengiriman langsung dari pabrik ke konsumen AS tanpa perlu gudang lokal.(Hny)
Tinggalkan Balasan