Pidato Prabowo di hadapan peserta Rapat Pemantapan Tim Prabowo-Hatta menuai kritik. Pasalnya, dalam pidato tersebut Prabowo kembali menyebut keinginannya mewujudkan pemerintahan kolektif kolegial.

Pengamat politik Pusat Kajian Islam dan Pancasila Yudha Firmansyah menyatakan, pernyataan Prabowo sulit dicari padanannya di negara mana pun. Sebab menurutnya, jabatan presiden punya kewenangan tersendiri yang diatur secara hirarkis. “Ini agak aneh. Kalau lembaga ad-hoc seperti KPK tak masalah. Tapi kalau lembaga presiden gimana ya?,” katanya kepada wartawan, Selasa (27/5).

Ia menyatakan, meski yang dimaksud Prabowo adalah kepemimpinan kolektif yang melibatkan seluruh elemen koalisi, istilah itu tetap tidak tepat. Hal itu ia nilai berbenturan dengan sistem ketatanegeraan Indonesia. “Pertanggungjawabannya nanti gimana? Kolektif juga? Gak ada itu dalam tatanegara kita,” tegasnya.

Lebih lanjut, Yudha mengaku khawatir jika nanti Prabowo menjadi presiden. Kekhawatiran itu, ucapnya, muncul mengingat pernyataan Prabowo cenderung bertentangan dengan sistem tatanegara. “Sebelumnya ada menteri utama. Terus muncul juga kolektif kolegial. Jangan-jangan semau Prabowo semua,” tuturnya.

Karena itu, ia meminta Prabowo dan timnya untuk selalu menjelaskan secara gamblang konsep yang dimiliki pasangan Prabowo-Hatta. Ini dilakukan agar tidak menimbulkan tanda tanya lagi di kalangan masyarakat. (Ind)