Poros tengah yang diupayakan sejumlah partai berbasis massa Islam dalam menghadapi Pemilihan Presiden 2014 ini sama saja mendelegitimasi suara rakyat andai pembentukan poros itu terealisasi.
“Karena kan yang memilih rakyat,” ujar politikus senior PDIP Pramono Anung di sela-sela acara deklarasi dukungan alumni ITB terhadap Joko Widodo di Resto Sari Kuring, kawasan SCBD Senayan, Jakarta, Sabtu (19/4).
Berbeda dengan Pilpres 1999, yang waktu itu poros tengah sukses mengusung Abdurrahman Wahid dan mengalahkan Megawati Soekarnoputri. Padahal waktu itu, partai Mega, PDIP pememang Pemilu.
“Ini berbeda dengan poros tengah pada 1999. Dimana waktu itu yang memilih adalah anggota MPR,” imbuh Pram, panggilan akrab Wakil Ketua DPR.
Oleh karena itu, menurutnya, poros tengah kali ini yang juga dibuat para elit partai tidak lagi tepat untuk dilakukan. Karena justru akan membuat rakyat tidak akan memilih suatu poros tertentu.
Pramono mengatakan pembentukan suatu poros tidak akan mempengaruhi pertimbangan PDIP dalam mencapreskan Joko Widodo. Karena Jokowi dipandang mampu untuk menampung seluruh aspirasi masyarakat Indonesia.
“Sehingga kalau ditanya Jokowi akan berkoalisi dengan siapa porosnya, Jokowi porosnya adalah rakyat Indonesia,” pungkasnya.
Sementara itu Pengamat politik dari Konsep Indonesia (Konsepindo), Budiman menyatakan upaya pembentukan poros Islam terkesan oportunis.
“Memang terkesan oportunis sekali itu poros Islam dibentuk. Sebenarnya tidak taktis dan terkesan dipaksakan. Selain pengalaman traumatik gagalnya poros tengah dahulu, poros ini juga belum tentu mendapat tempat di hati,” jelas Budiman.
Budiman menegaskan, partai-partai sebaiknya berkoalisi atas kesamaan platform bukan atas kesamaan agama.
“Itu langkah mundur dan tak terlalu menarik” tegasnya. (rm/ip/pol)
Tinggalkan Balasan