INDOPOLITIKA – Ekonom UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, menilai bahwa pada tahun pertama kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, terdapat perbedaan mencolok dibandingkan era Presiden Jokowi. Salah satu perbedaannya adalah pemangkasan besar-besaran anggaran infrastruktur.
Menurut Achmad Nur, selama satu dekade pemerintahan Jokowi, belanja infrastruktur lebih banyak dialokasikan untuk proyek-proyek besar yang manfaatnya tidak langsung dirasakan oleh masyarakat kecil.
Berdasarkan data anggaran Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) periode 2014-2024, porsi terbesar anggaran justru dialokasikan untuk pembangunan jalan tol dan infrastruktur strategis nasional.
Sektor Bina Marga, yang bertanggung jawab atas pembangunan jalan dan jembatan, menerima alokasi terbesar, yakni 44,01 persen dari total anggaran infrastruktur.
Sebaliknya, sektor-sektor yang lebih berpengaruh langsung pada kesejahteraan masyarakat kecil, seperti sanitasi, air bersih, dan perumahan rakyat, hanya memperoleh jatah 24,5 persen.
Achmad Nur menyoroti bahwa selama periode tersebut, proyek jalan tol seperti Trans-Jawa dan Trans-Sumatra mendapat suntikan dana ratusan triliun rupiah.
Ia menjelaskan bahwa meskipun jalan tol meningkatkan konektivitas antarwilayah, pengguna utamanya adalah masyarakat kelas menengah-atas serta sektor bisnis di bidang logistik.
Oleh karena itu, infrastruktur ini tidak serta-merta meningkatkan kesejahteraan masyarakat kecil yang lebih membutuhkan akses terhadap perumahan layak, sanitasi yang baik, dan air bersih yang terjangkau.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa sektor perumahan hanya mendapat alokasi sebesar 7,30 persen dari total anggaran, yang mencerminkan minimnya perhatian pemerintah dalam satu dekade terakhir terhadap kebutuhan dasar masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah.
Achmad Nur menilai bahwa keputusan Presiden Prabowo untuk memangkas anggaran infrastruktur PUPR hingga 80 persen merupakan langkah rasional, mengingat pola belanja infrastruktur sebelumnya.
Dari total anggaran sebesar Rp110,95 triliun yang semula dialokasikan pada 2025, jumlahnya dipangkas drastis menjadi Rp29,95 triliun. Hal ini menunjukkan adanya perubahan prioritas dalam pembangunan nasional di era pemerintahan Prabowo.
Meskipun pemerintah belum merinci proyek-proyek yang akan dipangkas, ia berpendapat bahwa pemotongan anggaran sebaiknya difokuskan pada proyek-proyek yang tidak memberikan dampak langsung bagi masyarakat kecil, seperti jalan tol berbayar dan proyek strategis nasional yang kurang mendesak.
Sebaliknya, anggaran untuk sektor-sektor penting seperti sanitasi, air bersih, dan irigasi sebaiknya tidak dipangkas terlalu besar. (Rzm)
Tinggalkan Balasan