INDOPOLITIKA.COM – Presiden Joko Widodo memerintahkan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati berkoordinasi dengan DPR RI terkait pembahasan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS).

“Saya memerintahkan Menteri Hukum dan HAM serta Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak untuk segera melakukan koordinasi dan konsultasi dengan DPR dalam pembahasan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual ini agar ada langkah-langkah percepatan,” kata Presiden Jokowi dalam video yang ditayangkan dalam kanal Youtube Sekretariat Presiden Jakarta, Selasa.

Seperti diketahui DPR RI batal mengesahkan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) sebagai Hak Inisiatif DPR berdasarkan Rapat Paripurna Penutupan Masa Sidang II pada 16 Desember 2021.

“Saya mencermati dengan seksama Rancangan Undang-Undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual sejak proses pembentukan pada tahun 2016 hingga saat ini masih berproses di DPR,” tambah Presiden.

Presiden menyebut perlindungan terhadap korban kekerasan seksual perlu menjadi perhatian bersama.

“Utamanya pada korban kekerasan seksual pada perempuan harus segera ditangani,” ungkap Presiden.

Draf awal RUU TPKS berisi 11 bab yang terdiri atas 40 pasal, di mana Bab I berisi Ketentuan Umum dan soal Tindak Pidana Kekerasan Seksual diatur pada Bab II.

Ada empat bentuk kekerasan seksual yang diatur dalam naskah terbaru RUU TPKS, yaitu pelecehan seksual (fisik dan nonfisik), pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan hubungan seksual, dan eksploitasi seksual.

Sebelum bernama RUU TPKS, RUU tersebut bernama Penghapusan Kekerasan Seksual namun kemudian diubah oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR pada September 2021.

Komnas Perempuan sebelumnya menyebut telah menerima 4.500 aduan kasus kekerasan terhadap perempuan sepanjang Januari-Oktober 2021. Angka itu naik dua kali lipat dibanding tahun 2020.

Darurat kekerasan seksual, menurut Komnas Perempuan, bukan hanya persoalan peningkatan angka kekerasan seksual maupun soal kompleks dan semakin ekstremnya kasus tetapi justru karena daya penanganannya yang belum memadai di seluruh wilayah. [dbm]

Cek berita dan artikel menarik lainnya di Google News Indopolitika.com