INDOPOLITIKA.COM – Politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Tsamara Amany, menolak keras wacana mengembalikan pemilihan presiden dan wakil presiden ke MPR. Menururnya, semangat reformasi yang selama ini digaungkan terasa sia-sia kalau wacana tersebut benar-benar direalisasikan.
“Sudah 20 tahun lebih Indonesia melaksanakan pemilihan langsung. Kalau kini dikembalikan ke MPR, proses edukasi politik yang kita jalani selama 20 tahun akan sia-sia,” kata Tsamara dalam keterangan tertulis, Sabtu (26/6/2021).
Siapapun yang punya wacana di atas, kata Tsamara, harus menyadari bahwa sistem yang dipakai saat ini sudah cukup baik. Meskipun dia mengakui masih banyak yang perlu dievaluasi.
“Kita harus ingat bahwa Pak Jokowi sendiri adalah produk reformasi. Mungkinkah ada seorang Jokowi jika pemilihan presiden dan wapres diserahkan pada MPR?,” tegas Tsamara.
Dia menegaskan hak rakyat untuk memilih langsung presiden dan wakil presiden sesuatu yang tidak bisa ditawar-tawar.
“Suara rakyat tidak bisa dibandingkan dengan hitung-hitungan kuantitatif semacam itu. Memilih adalah hak dasar warga negara. Sama seperti negara harus menjamin hak kesehatan dan pendidikan warga negara meski harus mengeluarkan uang yang tak sedikit. Hak warga negara dalam memilih lebih tinggi nilainya dibanding hitungan kuantitatif semacam itu,” lanjut Tsamara.
Tsamara pun menduga pihak-pihak yang punya wacana mengembalikan pemilihan presiden ke MPR punya niat busuk di negeri ini.
“Bisa dipastikan ada uang-uang yang berseliweran untuk memenangkan para kandidat dan pasti nilainya tidak kecil. Persekongkolan akan dilakukan di ruang-ruang tertutup. Rakyat ditinggalkan, fase penting perjalanan bangsa hanya ditentukan segelintir elite. Ide ini harus kita tolak,” pungkas Tsamara.
Sebelumnya, wacana amandemen UUD 1945 terus bergulir. Selain masa jabatan presiden, meluncur usulan untuk amandemen terkait proses pemilihan presiden dan wapres. Wakil Ketua DPD Sultan B Najamudin, Jumat kemarin, menyampaikan siaran pers terkait ide tersebut.
“Sistem demokrasi yang kita anut harus menampilkan wujud identitas kebangsaan kita sendiri sebagai bangsa Indonesia, yaitu demokrasi pancasila. Maka konsekuensi logisnya bersumber pada sila ke-4 di mana pengambilan keputusan harus berdasarkan musyawarah mufakat dengan asas keterwakilan,” ujar Najamudin. [fed]