INDOPOLITIKA – Masyarakat merasa puas dengan dengan kinerja Kejaksaan Republik Indonesia dalam memberantas korupsi di tanah air.
Lembaga Adhyaksa yang dipimpin Jaksa Agung ST. Burhanuddin telah menunjukkan prestasi terbaik dengan membongkar sejumlah kasus mega korupsi yang merugikan keuangan negara hingga nyaris menyentuh angka satu kuadriliun.
Pengamat Hukum Sukardin mengatakan, pihaknya sangat mengapresiasi prestasi Kejaksaan yang telah mampu menjerat para koruptor kelas kakap ke penjara serta menyelamat keuangan negara hingga ratusan triliun.
Tak bisa dipungkiri, saat penegak hukum lain loyo menghadapi pelaku korupsi, Kejaksaan justru hadir dengan wajah garang dan membuktikan hasil kerjanya dengan mengungkap kasus-kasus besar seperti kasus korupsi Pertamina sebesar Rp968 triliun, PT Timah Rp300 triliun, BLBI Rp138 triliun, Duta Palma Rp78 triliun, PT TPPI Rp37 triliun dan PT Asabri Rp22 triliun.
“Rakyat menolak keras adanya upaya pelemahan di tubuh Kejaksaan. Bahkan rakyat berani pasang badan untuk melawan oknum-oknum yang berusaha mengkerdilkan fungsi dari institusi ini. Harus diakui bahwa Kejaksaan sekarang memiliki prestasi terbaik dalam memberantas korupsi kakap di tanah air ini,” ungkap Sukardin, kepada wartawan, Minggu (16/03/2025).
Pemilik firma hukum Sukardin & Partners ini menyerukan kepada seluruh elemen masyarakat dan pegiat antikorupsi untuk menggelar aksi besar-besaran jika kewenangan penyidikan korupsi yang melekat ditubuh institusi Kejaksaan dilucuti melalui revisi Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Patut dicurigai bahwa upaya pelucutan kewengan penyidikan rasuah ini merupakan serangan balik yang dilakukan para koruptor yang merasa terganggu karena kepentingannya diobok-obok oleh Kejaksaan.
“Kami minta Komisi III DPR RI agar segera menghentikan pembahasan revisi KUHAP. Justru kami berharap para wakil rakyat harus menguatkan serta menjadikan lembaga Kejaksaan sebagai garda terdepan dalam memberantas korupsi yang telah merusak negara ini,” katanya.
Diinformasikan, dalam draf Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) tak menyediakan ruang sedikitpun bagi Jaksa untuk masuk keranah penyidikan korupsi.
Jaksa hanya diberikan kewenangan untuk menjadi penyidik kasus tindak pidana pelanggaran HAM berat.
Aturan itu tertuang dalam draf RUU KUHAP pasal 6 tentang penyidik. Pasal tersebut menjelaskan kategori penyidik, berikut bunyinya:
Pasal 6
(1) Penyidik terdiri atas:
a. Penyidik Polri;
b. PPNS; dan
c. Penyidik Tertentu.
(2) Penyidik Polri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan penyidik utama yang diberi kewenangan untuk melakukan Penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan ketentuan Undang-Undang.
(3) Ketentuan mengenai syarat kepangkatan, pendidikan dan pelatihan, serta sertifikasi bagi pejabat yang dapat melakukan Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.(red)
Tinggalkan Balasan