Indopolitika.com , Jakarta – Konsep capres Jokowi, revolusi mental, dinilai tidak menyentuh persoalan bangsa saat ini. Pengangguran, kemiskinan, kesenjangan sosial, dan konflik komunal, tidak dapat diselesaikan dengan revolusi mental.
“Jadi makhluk apa ini revolusi mental,” jelas Sekretaris Nasional Politik Rakyat, Budi Wardoyo, Sabtu (3/5).
Menurutnya, konsep ini adalah persoalan didalam diri Jokowi sendiri. Gubernur DKI Jakarta ini dinilainya kerap mengalami pesimisme sehingga mentalnya pribadi yang harus direvolusi.Jika nanti Jokowi terpilih menjadi presiden, maka akan membangun kabinet motivator psikologis.
Nantinya akan ada menteri koordinator peningkatan optimisme. Menteri pekerjaan umum akan diganti menjadi menteri revolusi mental.
“Habis nantinya. Pembangunan infrastruktur tidak ada. Anggaran habis untuk memperbaiki mental yang tidak berdampak terhadap pembangunan,” imbuhnya.
Budi mengimbau Jokowi untuk dapat membangun konsep yang menyentuh kebutuhan bangsa ini. Pembangunan infrastruktur adalah persoalan bersama. Masih banyak daerah – daerah yang masih tertinggal, karena infrastruktur belum terbangun maksimal. Kalau pembangunan ini dimaksimalkan, maka pertumbuhan ekonomi akan terjadi. “Ini akan meningkatkan pendapatan masyarakat,” imbuhnya.
Sementara itu, pengamat politik dari Konsep Indonesia (Konsepindo) Reserach and Consulting, Veri Muhlis menilai sekarang ini memang belum bisa secara pasti mempelajari dan membedah visi misi capres. Hal itu menurutnya karena secara resmi pasangan capres cawapres belum ada.
“Kita belum bisa kaji secara detail dan beri penilaian,” ujarnya.
Namun menurutnya para capres sesungguhnya punya waktu luang dan sudah bisa mulai menyampaikan visi misinya kepada pemilih dari sekarang.
Disinggung mengenai apa yang dimaksud revolusi mental oleh Jokowi, Veri memandang itu mungkin penyederhanaan bahasa agar mudah dipahami dan berkesan heroik.
“Kata-kata revolusi itu selalu menarik,” tambahnya. (sg/in/pol)
Tinggalkan Balasan