INDOPOLITIKA.COM – Video mesum yang diperankan pejabat publik bersama seorang wanita di salah satu hotel Jakarta, kembali menghebohkan jagat dunia maya.
Video berdurasi tiga menit itu diduga pemeranya adalah mahasiswi salah satu perguruan tinggi di Jakarta berinisial FA (25). Sementara pejabat publik dimaksud yakni diduga Ketua DPRD Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur (Kaltim) berinisial SMN.
Usai hebohnya video mesum itu beredar, si pemeran perempuan lantas dilaporkan ke Bareskrim Polri, atas dugaan tindak pidana kesusilaan melalui media elektronik.
SMN menuduh FA telah menyebarkan video syur yang diduga diperankan oleh keduanya. Merasa dirugikan atas perbuatan yang diduga dilakukan perempuan tersebut, SMN pun melaporkan FA pada 10 Juni 2022 lalu.
FA lantas ditetapkan tersangka dugaan kasus penyebaran video mesum. FA tidak terima karena merasa tidak menyebarkan video mesum yang diduga dilakukannya bersama seorang Ketua DPRD di salah satu daerah di Indonesia.
Penetapan tersangka ini bermula dari adanya laporan yang dibuat pihak Ketua DPRD di Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri dengan nomor: LP/B/0270/VI/2022/SPKT/Bareskrim Polri pada 10 Juni 2022. Laporan lantas ditindak lanjuti pada tahap penyidikan pada 14 September 2022.
“Kasus dugaan tindak pidana kesusilaan melalui media elektronik. Penyidik Dittipidsiber Bareskrim Polri telah melakukan proses penyidikan berdasarkan LP nomor LP: B/270/VI/2022/SPKT/Bareskrim Polri tanggal 10 Juni 2022. Dengan pelapor atas nama S dan terlapor atas nama FA,” ujar Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan, Selasa (17/1/2023).
Ramadhan mengatakan pihaknya telah melakukan penangkapan dan penahanan terhadap FA. Dia mengatakan penyidik telah melengkapi berkas perkara kasus tersebut untuk dilimpahkan ke jaksa penuntut umum (JPU).
“Terhadap tersangka FA telah dilakukan penangkapan dan penahanan oleh penyidik Dittipidsiber Bareskrim Polri, sampai dengan saat ini penyidik telah melengkapi berkas perkaranya dan akan mengirimkan ke jaksa penuntut umum,” ujarnya.
Disebutkan, FA disangkakan dengan Pasal 45 ayat 1 juncto Pasal 27 ayat 1 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 4 ayat 1 huruf A UU Nomor 4 Tahun 2008 tentang Pornografi jo Pasal 55 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda maksimal Rp 1 miliar rupiah.
Sementara itu, pengacara FA, Zainul Arifin, mengatakan kasus bermula ketika kliennya diajak bertemu di mal di kawasan Senayan, Jakarta, pada 16-17 September 2021, oleh seorang Ketua DPRD. FA lantas diajak berhubungan badan dengan janji akan diberi uang senilai Rp 1,5 juta.
“Dengan terpaksa dan dorongan ekonomi untuk kebutuhan hidup membiayai orang tuanya dan juga kebutuhan biaya kuliahnya, maka dengan berat hati klien kami menyetujuinya,” kata Zainul Arifin dalam keterangan tertulis.
Zainul mengatakan FA kemudian dibawa ke sebuah kamar hotel. Dia mengatakan kliennya langsung meninggalkan hotel setelah melakukan hubungan badan dan menerima janji uang tersebut.
Selanjutnya, kata Zainul, video mesum yang diduga merupakan FA dan Ketua DPRD itu kemudian viral di media sosial. Dia menegaskan kliennya tidak tahu soal video tersebut.
“Tanpa sepengetahuan klien kami, tiba-tiba beredar sebuah video mesum berdurasi 3 menit 55 detik di media sosial dan sempat membuat heboh di masyarakat yang diduga melibatkan klien kami yang sedang berada di kamar hotel dalam kondisi tanpa busana alias bugil,” ujarnya.
“Padahal jelas klien kami tidak tahu-menahu atas beredarnya video tersebut, dan klien kami adalah sebagai korban atas dugaan membuat video pornografi,” imbuhnya.
Zainul mengatakan kliennya telah ditahan sejak 23 September 2022 hingga 20 Januari mendatang. Dia mengaku akan mendatangi Komnas Perempuan dan menyurati Kabareskrim Komjen Agus Andrianto untuk meminta perlindungan serta penegakan hukum bagi FA.
“Kami menyampaikan Laporan ini untuk kedua kalinya yang sebelumnya telah kami sampaikan melalui surat dengan Nomor: 050/EX/MZA-TSK/IX/2022, tertanggal 29 September 2022 kepada Direktur Tindak Pidana Siber (Dirtipidsiber) Bareskrim Mabes Polri, tentang Permohonan Tidak Dilakukan Penahanan. Namun, hingga surat kedua ini kami sampaikan belum ada jawaban atau balasan yang kami terima. Sehingga kami mohon agar apa yang telah kami sampaikan dapat ditindaklanjuti dengan segera demi kepastian hukum terhadap klien kami dan keterbukaan informasi publik,” tutur Zainul. [Red]