INDOPOLITIKA.com – Wakil Direktur Lembaga Kajian Hukum dan Demokrasi (LEKHUD) Syamsul Rizal menilai DPR terkesan sepihak menentukan revisi undang-undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Sikap tersebut tidak menunjukan DPR sebagai negarawan. Padahal, dalam membuat undang-undang DPR harusnya menuntaskan komunikasi dengan Eksekutif atau Pemerintah.

“Memang UUD 1945 mengamanatkan salah satu fungsi DPR sebagai pembuat UU. Tetapi apapun itu lazimnya DPR harus mengkomunikasikannya secara matang dulu dengan Eksekutif sebagai penyelenggara UU,” kata Syamsul Rizal di Jakarta, Selasa (17/9/2019).

Menurut dia, penyelenggaraan negara dengan sistem presidensil yang menganut Trias Politika harus dijaga keseimbangan. Sebab posisi lembaga negara sama dan sejajar.

“Atau saya istilahkan Legislatif dan Ekskutif adalah mitra kerja yang memiliki satu tujuan, untuk kepentingan rakyat, bangsa dan negara,” pungkasnya.

Sementara itu, dalam hal RUU KPK yang menjadi polemik saat ini, kata dia, tidak bisa rakyat menuduh Presiden sebagai Ekskutif yang melemahkannya karena Presiden sebagai penyelenggara UU bukan pembuat UU.

“Pengamatan politik saya, berbeda dengan semua pihak bahwa yang perlu kita sikapi adalah urgensi nya RUU KPK dibahas sepihak setelah ada beberapa oknum anggota DPR dari partai tertentu dicekal,” katanya.

Dengan demikian, dia mempertanyakan tuduhan Presiden melemahkan KPK. “Saya tegaskan bahwa Presiden (Eksekutif) tidak mungkin melemahkan KPK karena dari sisi kedudukan dan fungsi, Pembuat UU itu DPR (Legislatif) bukan Presiden (Eksekutif),” jelasnya.

Dia pun meminta semua pihak untuk bersama-sama mendukung KPK memberantas korupsi. “Saya minta semua pihak memberikan suport dalam penguatan KPK,” tutupnya.[ab]

Cek berita dan artikel menarik lainnya di Google News Indopolitika.com