INDOPOLITIKA.COM – Tim Cyber Bareskrim Polri menangkap delapan orang aktivis KAMI diduga terkait demo menolak omnibus law Cipta Kerja yang berakhir ricuh, sebelumnya. Bahkan tiga anggota Komite Eksekutif Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) ada yang sudah ditahan.

Mereka yakni Syahganda Nainggolan, Anton Permana, dan Jumhur Hidayat. Ketiganya diketahui ditangkap di waktu dan tempat yang berbeda. “Sudah ditahan. Namanya sudah ditahan, sudah jadi tersangka,” kata Karo Penmas Polri Brigjen Awi Setiyono kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (14/10/2020).

Awi menyampaikan penangkapan kedelapan orang itu bermula dari percakapan di grup WhatsApp. “(Penangkapan bermula dari) percakapan di grup WhatsApp,” ujarnya.

Ketua Komite Eksekutif KAMI, Ahmad Yani, menilai penangkapan para tokoh KAMI tidak sesuai dengan prosedur. Sebab menurutnya penangkapan terlihat terburu-buru, hanya beberapa jam setelah keluarnya sprindik.

“Penangkapan mereka, khususnya Dr. Syahganda Nainggolan, jika dilihat dari dimensi waktu, dasar Laporan Polisi tanggal 12 Oktober 2020 dan keluarnya sprindik tanggal 13 Oktober 2020 dan penangkapan dilakukan beberapa jam kemudian, pada hari yang sama tanggal 13 Oktober, jelas aneh atau tidak lazim dan menyalahi prosedur, Lebih lagi jika dikaitkan dengan Pasal 1 angka 14, Pasal 17 dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP dan Putusan MK Nomor 21/PUI-XII /2014, tentang perlu adanya minimal dua barang bukti, dan UU ITE Pasal 45 terkait frasa “dapat menimbulkan” maka penangkapan para Tokoh KAMI, patut diyakini mengandung tujuan politis, dengan menggunakan instrumen hukum,” kata Yani dalam pernyataan resminya, Rabu (14/10/2020).

Berikut 7 poin protes resmi KAMI terhadap penangkapan beberapa tokohnya:

  1. KAMI menyesalkan dan memprotes penangkapan tersebut sebagai tindakan represif dan tidak mencerminkan fungsi Polri sebagai pengayom, pelindung dan pelayan masyarakat. Penangkapan mereka, khususnya Dr. Syahganda Nainggolan, jika dilihat dari dimensi waktu, dasar Laporan Polisi tanggal 12 Oktober 2020 dan keluarnya sprindik tangal 13 Oktober 2020 dan penangkapan dilakukan beberapa jam kemudian, pada hari yang sama tanggal 13 Oktober, jelas aneh atau tidak lazim dan menyalahi prosedur, Lebih lagi jika dikaitkan dengan Pasal 1 angka 14, Pasal 17 dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP dan Putusan MK Nomor 21/PUI-XII /2014, tentang perlu adanya minimal dua barang bukti, dan UU ITE Pasal 45 terkait frasa “dapat menimbulkan” maka penangkapan para Tokoh KAMI, patut diyakini mengandung tujuan politis, dengan menggunakan instrumen hukum.
  2. Pengumuman pers Mabes Polri oleh Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono tentang penangkapan tersebut KAMI nilai:
    a. Mengandung nuansa pembentukan opini (framing).
    b. Melakukan generalisasi dengan penisbatan kelembagaan yang bersifat tendensius.
    c. Bersifat prematur yaitu mengungkapkan kesimpulan dari proses pemeriksaan yang masih berlangsung.
  3. Semua hal di atas, termasuk membuka nama dan identitas seseorang yang ditangkap, menunjukkan bahwa Polri tidak menegakkan prinsip praduga tak
    bersalah (presumption of innocence), yang seyogya harus diindahkan oleh Lembaga Penegak Hukum/Polri.
  4. KAMI menegaskan bahwa ada indikasi kuat handphone beberapa Tokoh KAMI dalam hari-hari terakhir ini diretas/dikendalikan oleh pihak tertentu
    sehingga besar kemungkinan disadap atau “digandakan” (dikloning). Hal demikian sering dialami oleh para aktifis yang kritis terhadap kekuasaan
    negara, termasuk oleh beberapa Tokoh KAMI. Sebagai akibatnya, “bukti percakapan” yang ada sering bersifat artifisial dan absurd.
  5. KAMI menolak secara kategoris penisbatan atau pengaitan tindakan anarkis dalam unjuk rasa kaum buruh, mahasiswa dan belajar dengan Organisasi KAMI. KAMI mendukung mogok nasional dan unjuk rasa kaum buruh sebagai bentuk penunaian hak konstitusional, tapi KAMI secara kelembagaan belum ikut serta, kecuali memberi kebebasan kepada para pendukungnya untuk bergabung dan membantu pengunjuk rasa atas dasar kemanusiaan. Polri justeru diminta untuk mengusut tuntas, adanya indikasi keterlibatan pelaku profesional yang menyelusup ke dalam barisan pengunjuk rasa dan melakukan tindakan anarkis termasuk pembakaran (sebagaimana diberitakan oleh media sosial).
  6. KAMI meminta Polri membebaskan para Tokoh KAMI dari tuduhan dikaitkan dengan penerapan UU ITE yang banyak mengandung “pasal-pasal karet” dan patut dinilai bertentangan dengan semangat demokrasi dan konstitusi yang memberi kebebasan berbicara dan berpendapat kepada rakyat warga negara.
  7. KAMI mengucapkan terima kasih dan memberi penghargaan tinggi kepada berbagai pihak yang bersimpati kepada para Tokoh KAMI yang ditahan, antara lain ProDem, LBH Muslim, para akademisi/pengamat, dan para netizen serta pendukung KAMI yang terus menggemuruhkan pembebasan para Tokoh KAMI tersebut. [ind]

 

 

Cek berita dan artikel menarik lainnya di Google News Indopolitika.com