INDOPOLITIKA.COM – Asosiasi Bupati Pegunungan Tengah Papua sepakat mendukung pemekaran daerah otonom baru (DOB) di Papua. Pemerkaran dinilai perlu demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Ketua Asosiasi Bupati Pegunungan Tengah Papua Befa Yigibalom, dalam keterangan yang diterima, Senin (16/5/2022), meminta pihak intelektual di Papua, terutama di Pegunungan Tengah Papua, merapatkan barisan untuk menyambut terbentuknya daerah pemekaran berbentuk provinsi di Pegunungan Tengah.

“Sebagai warga yang baik, hindari semua pikiran negatif dan sambut hal ini dengan baik pula,” kata Befa Yigibalim yang saat ini menjabat sebagai bupati Lanny Jaya, Senin (16/5/2022).

Befa Yigibalom menegaskan pembentukan Daerah Otonomi Baru di Papua tidak ada kepentingan segelintir elit. Menurutnya, pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) di Papua sepatutnya diterima karena ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

“Kita kan semua sudah bilang bahwa kehadiran provinsi ini adalah kemauan politik negara, bukan perjuangan para elite atau orang siapa-siapa, atau tim pemekaran, tidak,” demikian dikatakan oleh pria kelahiran 15 Juni 1972 ini.

Befa Yigibalom menjelaskan wilayah Papua Tengah sangat besar yang terdiri dari 84 ribu km lebih, meliputi Kabupaten Puncak Jaya (14.532 km), Kabupaten Jayawijaya (13.925,31 km), Kabupaten Lanny Jaya (6.585 km), Kabupaten Mamberamo Tengah (1.275 km), Kabupaten Nduga (12.941 km), Kabupaten Tolikara (14.263 km), Kabupaten Yahukimo (17.152 km), dan Kabupaten Yalimo (3.568,52 km).

“Sembilan dari 10 kabupaten ini merupakan cikal bakal dari Provinsi Pegunungan Tengah yang akan dibentuk, berdasarkan RUU tentang Provinsi Pegunungan Tengah yang disahkan oleh Baleg DPR, 6 April 2022 lalu,” jelasnya.

Ia menilai selama ini wilayah tersebut relatif tertinggal dalam pembangunan dan pelayanan publik. Seluruh kabupaten di wilayah Pegunungan Tengah termasuk ke dalam kabupaten dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terendah dalam beberapa tahun terakhir.

“Dengan menjadi provinsi baru, Pegunungan Tengah diharapkan lebih efektif dan fokus dalam membangun wilayahnya,” jelasnya.

Sebagai infoemasi, wacana pemekaran wilayah di Papua itu sempat melahirkan demonstrasi dan penolakan besar-besaran di sejumlah wilayah, seperti yang terjadi di Jayapura, Wamena, Paniai, Yahukimo, Timika, Lanny Jaya dan Nabire. Demonstrasi itu juga membuat sejumlah korban luka-luka mulai dari warga sipil hingga aparat kepolisian.

Sementara penolakan kedua, terjadi setelah DPR RUU Otsus Papua menjadi Undang-Undang pada 15 Juli 2022. Adapun RUU yang diajukan pemerintah ini berisi 20 pasal. Sebanyak 18 pasal merupakan perubahan dari Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001. Adapun dua pasal lainnya adalah pasal baru. [rif]

Cek berita dan artikel menarik lainnya di Google News Indopolitika.com