Dia mengatakan, ada syarat-syarat tertentu jika hukuman mati mau diterapkan terhadap koruptor. “Kalau itu saya setuju. Karena bencana alam adalah urgensi, ketika bencana alam, ada orang-orang yang susah dan menderita. Kalau kemudian bantuan atau pengelolaan anggaran itu dikorupsi, itu kelewatan. Saya setuju kalau itu,” tandas Dasco.

Sementara itu, anggota DPR RI Fraksi PKS Nasir Djamil memprotes pernyataan Presiden Jokowi. Menurutnya, hukuman mati bagi korupsi sudah diatur dalam Undang-Undang Tidak Pidana Korupsi.

“Jadi tidak perlu hukuman mati bagi koruptor atas kehendak masyarakat. Pak Jokowi menurut saya keliru. Karena UU Tipikor sendiri mengatur hukuman mati itu kan ada di UU tentang hak asasi manusia, dan juga UU Tindak Pidana Korupsi itu sendiri,” kata Nasir, di tempat yang sama.

Nasir juga mengatakan, dalam UU KUHP yang akan direvisi mengenai hukuman mati itu akan ada proses bertahap. Ketika jaksa menuntut hukuman mati, tetapi hakim memutuskan lain yaitu seumur hidup. “Sebenarnya hukuman mati bagi koruptor itu sudah ada dalam UU, tinggal memang jenis kejahatan korupsi yang dilakukan,” papar anggota Komisi III DPR ini.

Jika memang harus dihukum mati, kata Nasir, perlu dikualifikasikan untuk terpidana kasus koruptor yang bakal dijatuhkan hukuman mati. Tidak semua kasus koruptor harus dijatuhkan hukuman mati.

“Dalam keadaan tertentu misalnya dia melakukan korupsi ketika suatu daerah dalam keadaan krisis ekonomi, dan bencana alam jadi setahu saya ada dua kriteria itu,” tandas Nasir.[ab]

Cek berita dan artikel menarik lainnya di Google News Indopolitika.com