INDOPOLITIKAAnggota Komisi IX DPR RI Irma Suryani menegaskan bahwa pemerintah daerah harus bertanggung jawab atas banyaknya tenaga kesehatan (nakes) honorer daerah yang tidak masuk dalam database Badan Kepegawaian Negara (BKN).

Menurut Irma, karena sistem otonomi daerah, pemerintah pusat tidak bisa ikut campur dalam pengelolaan tenaga honorer di daerah. 

Oleh karena itu, ia menyarankan agar tenaga kesehatan atau nakes yang menghadapi masalah terkait status kepegawaian atau gaji rendah segera berkoordinasi dengan kepala daerah masing-masing.   

“Kalau nakes di daerah itu, itu tanggung jawab pemda sebenarnya. Itu sebenarnya bukan tanggung jawab pusat, itu tanggung jawab daerah. Jadi karena otonomi daerah sudah mengatur itu. Jadi pusat nggak bisa cawe-cawe ke sana,” ujar Irma dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi IX DPR dengan Asosiasi Pekerja Kesehatan Seluruh Indonesia (APKSI) di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta.  

Politisi Fraksi Partai NasDem ini juga menyoroti bahwa banyak tenaga honorer diangkat dengan alasan politik, terutama menjelang pemilihan kepala daerah (Pilkada). Akibatnya, setelah diangkat, pemerintah daerah sering kali kesulitan membayar gaji mereka.

“Banyak sekali bupati, gubernur, wali kota yang kasih iming-iming untuk bisa nanti dipekerjakan di berbagai tempat. Akhirnya mereka mengangkat tenaga honorer sendiri-sendiri, lalu kebingungan sendiri untuk menggaji,” jelasnya. 

Irma mengungkapkan bahwa ada tenaga kesehatan honorer yang hanya menerima gaji sebesar Rp300 ribu hingga Rp500 ribu per bulan. Permasalahan ini, menurutnya, sudah berlangsung lama, dan Komisi IX DPR RI telah berulang kali mengingatkan pemerintah daerah dalam kunjungan kerja mereka. (Red) 

Cek berita dan artikel menarik lainnya di Google News Indopolitika.com