INDOPOLITIKA – Fenomena pemecatan karyawan dari generasi Z (Gen Z) sepanjang tahun 2024 menarik perhatian banyak pihak. Meskipun Gen Z dikenal sebagai generasi yang adaptif terhadap teknologi dan kreatif, ternyata sejumlah perusahaan menghadapi tantangan dalam memanfaatkan potensi mereka. Hal ini mengarah pada keputusan drastis berupa pemecatan.
Menurut laporan terbaru dari Intelligent, sebuah platform konsultasi pendidikan dan karier, sekitar enam dari sepuluh perusahaan yang disurvei mengungkapkan bahwa mereka telah memecat lulusan universitas yang baru saja direkrut pada tahun 2024.
Beberapa alasan utama yang disebutkan termasuk kurangnya motivasi, ketidakprofesionalan, dan masalah dalam keterampilan komunikasi.
Sekretaris Jenderal Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), Anggawira, menjelaskan bahwa pemecatan pekerja Gen Z tidak selalu disebabkan oleh kinerja yang buruk, melainkan sering kali karena ketidaksesuaian antara harapan perusahaan dan budaya kerja yang diinginkan oleh generasi muda ini.
“Gen Z di Indonesia dikenal sebagai generasi yang sangat adaptif terhadap teknologi, kreatif, dan menginginkan fleksibilitas dalam bekerja. Namun, tantangan utama mereka adalah kurangnya pengalaman, ekspektasi yang tinggi terkait budaya kerja fleksibel, serta kesenjangan antara hard skills dan soft skills,” ujar Anggawira, Jumat (10/1/2025).
Masalah komunikasi interpersonal dan manajemen waktu juga menjadi fokus perhatian. Meskipun ahli dalam teknologi dan inovasi, beberapa pekerja Gen Z dianggap kurang memiliki kemampuan soft skills seperti bekerja dalam tim, konsistensi dalam menyelesaikan tugas, serta kemampuan komunikasi yang baik.
Beberapa perusahaan mengungkapkan bahwa pekerja Gen Z cenderung kurang mampu menjaga konsistensi dan efektivitas dalam pekerjaan, terutama dalam hal komunikasi antarpribadi dan disiplin dalam menyelesaikan tugas yang diberikan.
Namun, meskipun ada tantangan, Anggawira menekankan bahwa pengusaha tidak memandang fenomena ini secara sepenuhnya negatif.
“Gen Z membawa perspektif baru yang sangat berharga bagi perusahaan. Mereka berani mencoba hal-hal baru dan memiliki pola pikir inovatif,” tambahnya.
Pentingnya profesionalisme di kalangan pekerja Gen Z tetap menjadi sorotan. Kemampuan seperti manajemen waktu yang efektif, disiplin kerja, dan etika profesional masih menjadi tantangan yang perlu diatasi agar mereka dapat berkembang lebih optimal di dunia kerja.
Untuk mengatasi tantangan ini, banyak perusahaan di Indonesia yang mulai menerapkan strategi yang lebih inklusif dan relevan dengan kebutuhan generasi muda. Program pembinaan, pelatihan, dan mentoring menjadi langkah utama untuk membantu pekerja Gen Z mengasah keterampilan mereka.
“Tidak cukup hanya menuntut perubahan dari karyawan muda. Perusahaan juga harus lebih fleksibel dan menciptakan lingkungan kerja yang mendukung kolaborasi dan inovasi,” ujar Anggawira.
Anggawira juga menegaskan bahwa tantangan yang dihadapi pekerja Gen Z bukan hanya tanggung jawab mereka. Kolaborasi yang baik antara perusahaan dan karyawan diperlukan untuk menciptakan ekosistem kerja yang sehat dan produktif. Dengan memahami kebutuhan serta potensi Gen Z, dan memberi mereka ruang untuk berkembang, perusahaan dapat memanfaatkan kehadiran generasi ini untuk mendorong inovasi dan kemajuan yang lebih besar.
“Perusahaan perlu menyesuaikan gaya manajemen mereka agar lebih inklusif dan relevan dengan karakteristik generasi ini. Tantangan ini tidak sepenuhnya menjadi tanggung jawab pekerja muda, tetapi perusahaan juga harus menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan dan kolaborasi,” pungkas Anggawira. (Chk)
Tinggalkan Balasan