Wilayah di Palu yang hancur akibat dihantam tsunami usai gempa 7,4 SR melanda pada Jumat 28 September 2018. (Foto: AFP).

London: Malapetaka tsunami, Jumat 28 September 2018, di Pulau Sulawesi adalah sebuah teka-teki.
 
Ketika tim tanggap darurat bergerak cepat, para ilmuwan kebingungan memahami mengapa gempa di Palu, Sulawesi Tengah menghasilkan gelombang besar.
 
Baca juga: Ilmuwan Terkejut dengan Kekuatan Tsunami di Palu.
 
Gempa berkekuatan 7,5 skala Richter (SR) tentu saja besar — salah satu yang terbesar yang tercatat di mana pun di dunia tahun ini.
 
Tapi itulah yang disebut ahli geofisika kejadian berupa pukulan selipan, di mana tanah retak secara horizontal. Contohnya, batu di sebelah timur patahan menjalar melalui pulau itu bergerak ke utara relatif bergoyang ke barat.
 
Gempa dengan kekuatan besar dapat menyebabkan tsunami, tetapi gelombang setinggi 6 meter yang terhempas ke darat di kota Palu mengejutkan semua orang.
 
Mengingat bahwa untuk membuat rangkaian gelombang, butuh perpindahan besar dari dasar laut — gerakan vertikal yang mengusik seluruh kolom air, kemudian bergerak ke segala arah.
 
Beberapa perhitungan awal menunjukkan pergeseran dasar mungkin setengah meter. Signifikan tetapi umumnya tidak cukup untuk menghasilkan gelombang yang tercatat.
 
Maka apa yang terjadi? Ada dua faktor yang muncul sebagai kemungkinan penyebab. Itu bahkan mungkin telah saling terkait. Yang pertama berbentuk perkiraan bahwa gempa memicu semacam tanah longsor bawah laut.
 
Baca juga: Kemenlu: Indonesia Terima Bantuan Internasional untuk Gempa Sulteng.
 
Ini bahaya yang selalu ada. Gempa dapat mengganggu kestabilan sedimen dan menyebabkan lepas dari dasar pijakan dan jatuh ke bawah.
 
Pada daerah pegunungan di daratan, batu dan longsoran sedimen berupa bahaya gempa besar yang menyaingi kehancuran dari bangunan yang runtuh. Tetapi di bawah air, gerakan sedimen ini memiliki potensi untuk juga menghasilkan tsunami.
 
Ketika terjadi, gelombang yang menghantam garis pantai bisa menjadi besar, bahkan jika efeknya cukup terlokalisasi.
 
Ini mungkin yang terjadi, pada Jumat, dan mungkin gelombang itu kemudian diperparah oleh bentuk Teluk Palu itu sendiri. Memiliki geometri yang memanjang, yang bisa memfokuskan dan memperkuat tsunami ketika mendekati Pantai Talise di kota ini.
 
Ini semua dugaan, tentu saja. Komunitas sains akan membuat model atas gempa Jumat demi upaya menentukan rincian mengenai proses yang terjadi.
 
"Perhitungan pertama saya tentang deformasi dasar laut dalam gempa adalah 49 centimeter," kata Dr Mohammad Heidarzadeh, asisten profesor teknik sipil yang mengkhususkan diri dalam teknik pesisir di Brunel University di Inggris.
 
"Dari situ Anda mungkin mengharapkan tsunami kurang dari satu meter, bukan enam meter. Jadi sesuatu yang lain terjadi. Jadi dua spekulasi itu sah — tanah longsor bawah laut dan saluran yang disebabkan oleh teluk," tambahnya, seperti dikutip dari BBC, Selasa 2 Oktober 2018.
 
Cara mudah untuk menilai perubahan apa pun di dasar laut adalah dengan melakukan survei batimetrik. Demi memastikan dengan cepat apakah ada pergerakan sedimen yang signifikan. Untuk longsor daratan, itu akan dipetakan dari satelit.
 
Mungkin telah terlihat beberapa video luar biasa di akhir pekan dari seluruh petak tanah yang bergerak secara lateral di depan kamera.
 
Baca juga: Simpati Dunia untuk Korban Bencana di Sulteng.
 
Dalam sebuah tayangan, satu antena tinggi dengan menakutkan berbaris melintasi lansekap; video lain menayangkan, sejumlah bangunan melayang seolah tiba-tiba tertangkap mengapung di sungai.
 
Berbagai lokasi dari banyak video tersebut sekarang telah diidentifikasi, dan dari citra luar angkasa yang paling awal adalah mungkin untuk melihat tempat-tempat di mana seluruh kawasan di Palu telah terangkat lalu dihempas ke tumpukan besar.
 
"Jika Anda melihat citra satelit, Anda dapat melihat bahwa ada banyak rumah yang dikompresi menjadi zona kecil, meninggalkan area kosong di belakang tempat rumah-rumah itu awalnya," jelas Prof Dave Petley, ahli tanah longsor di Universitas Sheffield.
 
"Ini terlihat seperti 'pencairan' klasik, di mana struktur tanah telah runtuh; itu berubah dan Anda mendapatkan tanah longsor yang sangat aktif ini pada gradien rendah," katanya.
 
Semuanya akan menjadi lebih jelas dalam beberapa hari dan pekan mendatang ketika para peneliti masuk ke wilayah tersebut untuk menilai dampak dari gempa dan tsunami.
 
Armada satelit dunia juga telah ditugasi untuk mendapatkan sebanyak mungkin citra. Ini akan menjadi rumit karena Sulawesi berada di khatulistiwa dan kemungkinan akan ada banyak awan di langit yang bisa menggagalkan satelit optik.
 
Tapi akan ada pemantauan oleh radar pesawat ruang angkasa juga, demi melihat seantero lokasi di semua cuaca, siang dan malam.

 
 

Cek berita dan artikel menarik lainnya di Google News Indopolitika.com