INDOPOLITIKA.COM – Wacana Amandemen UUD 1945 terus mendapatkan penolakan dari berbagai elemen masyarakat. Alasannya, amandemen UUD dinilai tidak terlalu mendesak. Ada juga yang beranggapan bahwa perubahan UUD 1945 untuk menambah kewenangan MPR menetapkan Pokok-pokok Haluan Negara (PPHN) bukanlah keinginan masyarakat di tengah pandemi Covid-19 saat ini.

Disisi lain, Ketua MPR Bambang Soestayo nampaknya tetap pada pendiriannya bahwa amandemen UUD harus terlaksan. Dia bahkan menganalogikan bahwa UUD 1945 bukanlan kitab suci, tak boleh dianggap tabu jika ada rencana menyempurnakan UUD 1945 lewat amendemen.

“UUD 1945 memang bukanlah kitab suci, karenanya tidak boleh dianggap tabu jika ada kehendak untuk melakukan penyempurnaan (amendemen),” kata Bamsoet saat berpidato di acara peringatan Hari Konstitusi sekaligus perayaan HUT ke-76 MPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (18/8).

Teranyar, Bambang Soesatyo menganggap isu amendemen UUD 1945 telah dipelintir. Ia menegaskan, hanya melontarkan wacana untuk memuat PPHN lewat amendemen. Bukan mengubah masa jabatan presiden.

“Diskursus amendemen terbatas untuk menghadirkan PPHN yang kemudian banyak ‘dipelintir’ dan ‘digoreng’ sebagai upaya perubahan periodisasi presiden menjadi tiga kali atau upaya perpanjangan masa jabatan presiden, serta isu-isu lain serta kecurigaan yang tidak masuk akal,” beber Bamsoet dalam keterangan resminya.

Terkait rencana amandemen ini, PA 212 rupanya turut mengikuti perkembangannya. Jika amendemen dilaksanakan, Persaudaraan Alumni (PA) 212 berencana mengepung gedung DPR/MPR.

Ketua PA 212 Slamet Maarif menegaskan, pihaknya menolak keras lantaran saat ini tidak ada urgensi amendemen UUD 1945 dilakukan. “Kami akan melawan lewat jalur konstitusional, sampai dengan langkah mengepung Gedung DPR/MPR apabila terus dilanjutkan,” ungkap Slamet saat dihubungi wartawan di Jakarta, Rabu 1 September 2021.

Secara umum, Slamet mengatakan PA 212 menolak wacana amendemen UUD 1945. Kendati amendemen dilakukan terbatas hanya dengan memasukkan Poin-Poin Haluan Negara (PPHN), PA 212 juga tetap menolak.

“Ya, kami menolaklah, apalagi kalau amendemennya hanya untuk memperpanjang jabatan atau menjadi tiga periode kami lebih menolak,” tegasnya. [asa]

Cek berita dan artikel menarik lainnya di Google News Indopolitika.com