Wali Kota Bandung Ridwan Kamil menilai terjadi kemunduran jika pemilihan kepala daerah tidak dipilih langsung.

“Pada Undang-Undang Dasar (UUD) juga jelas dinyatakan bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat maka jelas secara demokratis rakyat yang memilih pemimpinnya,” kata dia pada Rakornas Luar Biasa Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) dan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) di Jakarta, Kamis (11/9/2014).

Pada kesempatan tersebut, Ridwan Kamil mengaku tidak mungkin menjadi orang nomor satu di Bandung jika mekanisme pemilihan wali kota dipilih oleh wakil rakyat di DPRD setempat.

Sebelum pelaksanaan Pilkada Kota Bandung 2013, kata dia, dirinya bukan kader partai politik karena hanya seorang dosen di Institut Teknologi Bandung (ITB) yang tidak dikenal oleh siapapun, termasuk pimpinan partai.

“Saya bukan artis dan publik figur. Karena bertekad mengubah Bandung menjadi lebih baik maka saya menyampaikan visi misi ke beberapa partai, tapi ditolak,” katanya.

Hingga akhirnya, lanjut Ridwan Kamil, ada partai politik yang mengakui kualitasnya dan menjadikannya pemenang pilkada satu putaran dengan hasil sekitar 45 persen suara.

“Kalau pilkada dikembalikan ke pemilihan tidak langsung atau melalui DPRD maka orang luar tidak pernah muncul dan tidak mendapat kesempatan menjadikan daerah lebih baik,” katanya.

Dia mengusulkan penyempurnaan teknis pada proses pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung agar lebih murah serta tidak menghambur-hamburkan uang.

“Salah satu caranya adalah tidak diperlukan kampanye atau rapat akbar dan pembatasan baliho kandidat,” ujar Ridwan.

Menurut dia, penilaian mahal atau tidaknya pilkada dipilih rakyat tergantung dari teknis pelaksanaan sehingga perlu direvisi sedemikian rupa.

Pihaknya yakin jika ada perubahan tata cara kampanye atau tidak membuat pemilu berlangsung secara mewah dari penyelenggara maupun kandidat maka pilkada tidak perlu mengeluarkan banyak biaya. (Ant)

Cek berita dan artikel menarik lainnya di Google News Indopolitika.com