INDOPOLITIKA – Ketika Presiden AS Donald Trump mengerahkan militer dan Garda Nasional untuk menangani protes di Los Angeles, banyak penduduk setempat mengira dia sedang “mengobarkan perang” di kota itu.

Situasi di Los Angeles, kota berpenduduk hampir 4 juta orang di California, telah menegangkan dalam beberapa hari terakhir. Pertama, tindakan keras terhadap imigran yang dilakukan oleh agen Imigrasi dan Bea Cukai (ICE) sejak akhir pekan lalu telah menebarkan ketakutan di salah satu komunitas imigran tak berdokumen terbesar di AS dan memicu protes besar-besaran.

Kemudian, Presiden AS Donald Trump memutuskan untuk mengerahkan sekitar 4.000 pasukan Garda Nasional ke kota tersebut, yang menyebabkan kerusuhan meningkat dan terkadang berubah menjadi bentrokan kekerasan.

Kecemasan terus mencengkeram kota saat Donald Trump mendukung gagasan penangkapan Gubernur California Gavin Newsom dan memobilisasi 700 Marinir untuk memperkuat Garda Los Angeles.

Gubernur Newsom dan Wali Kota Los Angeles Karen Bass menuduh pemerintahan Trump menciptakan krisis untuk keuntungan politik, sementara warga Los Angeles mengutuk apa yang mereka lihat sebagai serangan terhadap kota tersebut.

“Saya pikir dia mencari masalah dengan kami, warga Los Angeles. Dia mencari masalah dengan orang yang salah,” kata D. J. Yoon, yang berunjuk rasa di luar Balai Kota Los Angeles.

California dan Los Angeles telah lama menjadi incaran Trump dan  menggambarkan keduanya sebagai “lubang neraka” yang dikuasai oleh Demokrat.

Pemerintahan Trump sedang mempertimbangkan pemotongan dana federal untuk California, sebuah langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya yang dapat mengancam anggaran negara bagian.

Tidak ada presiden AS yang mengerahkan Garda Nasional ke suatu negara bagian tanpa permintaan dari gubernur dalam 60 tahun. Langkah Trump telah memicu konfrontasi yang menegangkan antara pemerintah federal dan para pemimpin California.

Newsom mengkritik tindakan Presiden sebagai “langkah menuju otoritarianisme”, sementara negara bagian California juga mengajukan gugatan terhadap pemerintah atas keputusan untuk mengerahkan Garda Nasional.

Sebagai tanggapan, Trump mengatakan bahwa Gubernur Newsom “tidak kompeten”, dan menuduh pemimpin California tersebut gagal memastikan keselamatan rakyatnya, sehingga memaksanya mengerahkan Garda Nasional untuk melawan protes yang oleh Gedung Putih digambarkan sebagai “pemberontakan”.

Mary Anne Kennedy, seorang warga berusia 82 tahun dari distrik Fairfax di Los Angeles, mengatakan bahwa ia merasa “putus asa dan malu” melihat apa yang terjadi.

Kennedy pindah ke Amerika Serikat dari Kanada pada tahun 1980 dan menjadi warga negara AS. Akhir-akhir ini, ia bertanya-tanya apakah ia telah membuat keputusan yang tepat.

Bagi Ken dan Sandy Yamashiro, warga Amerika Jepang yang sudah lama tinggal di Los Angeles, penggerebekan imigrasi dan kehadiran Garda Nasional mengingatkan kita pada masa kelam bagi warga Amerika Jepang selama Perang Dunia II.

“Keluarga saya dimasukkan ke kamp konsentrasi. Mereka ditempatkan di kamp berdasarkan penampilan fisik dan warna kulit mereka. Itu sangat menakutkan,” kata Sandy, seorang warga berusia 70 tahun.

Ken, seorang pensiunan berusia 72 tahun, khawatir dampak ancaman pemotongan dana presiden akan menyebar ke luar Los Angeles.

“Sekarang, di mana-mana menjadi sasaran, dan dia baru menjabat selama enam bulan. Dalam tiga setengah tahun, dia bisa menargetkan siapa saja,” kata Ken.

Sementara itu, James Young, seorang warga Panama-Amerika yang tinggal di sisi timur Los Angeles, mendukung keputusan untuk mengerahkan Garda Nasional guna memulihkan ketertiban. Ia marah dengan protes tersebut, gambar kendaraan yang dibakar, dan pengunjuk rasa yang melemparkan batu ke arah polisi.

“Para pengunjuk rasa ada di mana-mana. Jika tidak ada yang menghentikan mereka, mereka akan terus melakukan perusakan,” katanya.

Namun, ia prihatin dengan beberapa tindakan ICE, dengan menyatakan bahwa mereka seharusnya hanya mengejar penjahat yang sudah dihukum, daripada menyerbu restoran dan supermarket tempat pekerja imigran bekerja.

“Itu cara yang salah. Tidak ada yang suka itu,” kata Young. (Red)

Sumber: Washington Post, AP

Cek berita dan artikel menarik lainnya di Google News Indopolitika.com