INDOPOLITIKA.COM – Korban dugaan kekerasan seksual seorang calon pendeta Majelis Sinode GMIT di Kabupaten Alor, Provinsi Nusa Tenggara Timur, bertambah jadi 12 orang. Jumlah tersebut naik dari sebelumnya yang hanya enam korban.

Kepolisian Resor Alor sendiri sudah menetapkan calon pendeta berinisial SAS itu sebagai tersangka dan kini sedang menjalani pemeriksaan.

Menurut keterangan Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Alor Iptu Yames Jems Mbau, korban kekerasan seksual SAS usianya antara 13 sampai 19 tahun.

“Sampai dengan Sabtu (10/9) kemarin jumlah korban bertambah jadi 12 orang, setelah ada enam orang lagi yang memberikan keterangan kepada penyidik,” katanya saat dikonfirmasi, Minggu (11/9/2022).

Ketua Majelis Sinode GMIT Merry Kolimon sebelumnya mengatakan bahwa gereja telah mengenakan sanksi berupa penundaan pentabisan menjadi vikaris dalam jabatan pendeta kepada SAS.

Majelis Sinode GMIT juga telah mengirim tim psikolog serta pendamping untuk membantu korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh SAS.

Merry mengatakan bahwa Majelis Sinode GMIT menghormati hak korban dan orang tua korban untuk menempuh jalur hukum dan akan mengawal proses hukum dalam penanganan perkara kekerasan seksual tersebut.

Merry juga mengatakan bahwa gereja tidak akan menghalang-halangi proses hukum terhadap SAS.

“Majelis Sinode GMIT berharap semua pihak agar turut melindungi para korban dari kekerasan berlapis,” katanya.

Sementara itu, Komisioner Komnas Perempuan Andy Yentriani mendorong aparat kepolisian menerapkan undang-undang tindak pidana kekerasan seksual (TPKS) dalam pengusutan kasus kekerasan seksual oleh calon pendeta SAS kepada belasan anak di Alor, NTT.

“Kami sudah dengar kasus ini, dan kami mendorong agar polisi dalam pengusutan kasus ini menggunakan UU TPKS,” katanya.

Ia menambahkan, bahwa berdasarkan UU TPKS pendampingan dilakukan oleh pengadaan layanan, dalam hal ini terutama oleh UPTD P2TP2A.

Pihaknya mengusulkan penggunaan UU tersebut karena UU itu dapat memberikan perlindungan terhadap korban kekerasan seksual. Komnas Perempuan sendiri ujar dia, mempunyai peran dalam pemantauan pada proses implementasi UU tersebut. Dan dia berharap agar dalam prosesnya UU itu diterapkan. [Red]

Cek berita dan artikel menarik lainnya di Google News Indopolitika.com