INDOPOLITIKA.COM – Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti, Muhammad Adil meluapkan kekesalannya ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu), saat bertemu dengan Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu Lucky Alfirman.

Keduanya bertemu dalam acara Rakornas Pengelolaan Pendapatan dan Belanja Daerah De-Indonesia. Ia kesal karena dana bagi hasil (DBH) produksi minyak terus menurun. Padahal, kata Adil, produksi minyak Meranti terus naik di tengah tingginya harga minyak dunia dan nilai tukar dolar AS.

“Meranti itu daerah termiskin se-Indonesia, penghasil minyak, termiskin, ekstrem lagi. Pertanyaan saya bagaimana kami tidak miskin, uang kami tidak dikasihkan,” ujar Adil.

Adil merasa selama ini Meranti merupakan salah satu produsen minyak terbesar di Indonesia. Ia kemudian memaparkan data, menurutnya Meranti mampu memproduksi minyak mentah hingga 7.500 barel per hari saat ini, dari sebelumnya hanya di kisaran 3.000-4.000 barel per hari.

“Minyak kami pak, 103 sumur kering, kalau 100 sumur lagi kering miskin total, kami tidak perlu bantuan dari provinsi, dari pempus, serahkan saja duit minyak kami, sudah selesai itu,” ujar Adil.

Ia menyebut jumlah produksi Meranti sudah hampir menyamai target yang diberikan SKK Migas, yakni 9.000 barel per hari. Hal itu, kata Adil, membuat Meranti terus berupaya menambah jumlah sumur minyak mentah.

Namun, meski sudah bekerja dengan keras, Adil merasa pemerintah pusat tak menyerahkan uang hasil produksi dengan benar. Bahkan dari yang tahun ini sebesar Rp 114 miliar, hanya naik sekitar Rp 700 juta untuk tahun depan.

Dana yang tidak terserahkan ini, kata Adil, menjadi masalah. Apalagi Meranti merupakan daerah miskin esktrem dengan jumlah penduduk miskin mencapai 25,68%. Di sisi lain, Presiden Joko Widodo ingin menuntaskan kemiskinan ekstrem pada 2024.

“Ini karena kami daerah miskin kalau kami kaya kami biarkan saja mau diambil Rp10 triliun pun enggak apa. Kami daerah miskin, daerah ekstrem. Jadi kalau daerah miskin, bapak ibu ambil uangnya entah dibawa ke mana, pemerataan, pemerataan ke mana?” ujar Adil.

Adil kemudian menyebut sebaiknya pemerintah pusat menyerahkan daerah Meranti ke negara tetangga. Terutama apabila tak lagi mau mengurus Meranti dan hanya mengambil dana dari hasil produksi minyak saja.

“Kasihkan kami ke negeri sebelah, kan saya ngomong. Atau bapak tak paham juga omongan saya. Apa perlu meranti mengangkat senjata? Kan tak mungkin kan, ini menyangkut masalah meranti yang miskin ekstrem,” ujarnya.

Usai menyampaikan unek-uneknya, Adil izin keluar forum.

“Terus terang pak, saya sudah lapor ke pembina saya Pak Tito (Mendagri), kalau tidak bisa juga nanti kita ketemu di mahkamah. Izin pak, saya enek mandang bapak di sini, aku tinggalkan lah ini ruangan,” pungkas Adil. [rif]

 

Cek berita dan artikel menarik lainnya di Google News Indopolitika.com