INDOPOLITIKA.COM – Wakil Presiden (Wapres) Ke-10 dan 12 Jusuf Kalla (JK) mengaku bingung eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan harus duduk di kursi pesakitan. 

Hal itu disampaikan JK saat dihadirkan sebagai saksi meringankan Karen Agustiawan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (16/5/2024),  

Menurut JK, Karen hanya menjalankan instruksi pemerintah terkait pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG). Instruksinya yaitu memenuhi kecukupan energi di atas 30 persen. 

“Instruksinya harus penuhi di atas 30 persen. Saya juga bingung kenapa dia jadi terdakwa, bingung karena dia menjalankan tugasnya,” ungkap JK.  

Kalla juga menyebut tidak mengetahui keuntungan maupun kerugian PT Pertamina (Persero) dalam pengadaan LNG tersebut. Namun, dua hal itu disebut biasa dalam urusan bisnis.
 
“Tapi, gini, saya boleh tambahkan, kalau suatu kebijakan bisnis, langkah bisnis rugi cuma dua kemungkinannya, dia untung, dan rugi,” ucap Kalla.
 
Menurut Kalla, penghukuman pejabat jika perusahaan negara yang dipegangnya merugi merupakan kesalahan. Sebab, tidak adil jika hanya yang diproses hukum cuma satu kantor.
 
“Ini bahayanya, kalau satu perusahaan rugi harus dihukum, maka semua perusahaan negara harus dihukum, dan itu akan menghancurkan sistem,” tegas Kalla. 

Pada kesempatan ini, Jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanyakan peran pemerintah dalam pengadaan liquefied natural gas (LNG) yang mengacu dengan Perppres Nomor 6 Tahun 2006 kepada Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla (JK).  

Dalam keterangannya, JK menyebut presiden hanya mengatur kebijakan.

“Sekali lagi, pemerintah, Presiden hanya mengatur kebijakan,” kata JK. 

Dia menerangkan bahwa teknis pembelian LNG diatur oleh PT Pertamina (Persero) sepenuhnya. Pemerintah tidak bisa menyampuri.

“Teknisnya oleh Pertamina, jadi, presiden tidak sampai bahwa bicara begini, beli di sini, tidak,” terang dia.

Dalam kasus ini, Karen didakwa melakukan pembelian LNG tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku. Akibat ulahnya, negara merugi USD113.839.186,60.
 
Dalam kasus ini, Karen disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP. [Red]

Cek berita dan artikel menarik lainnya di Google News Indopolitika.com