INDOPOLITIKA.COM – Wakil Rektor I Bidang Akademik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Ahmad Tholabi Kharlie menyatakan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) No. 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi menjadi titik pijak perubahan mendasar bagi pendidikan tinggi di Indonesia.

Menurut Guru Besar Ilmu Hukum Islam UIN Syarif Hidayatullah itu, peraturan ini harus dikawal dan dievaluasi untuk menghasilkan tata kelola pendidikan tinggi yang bermutu dan berintegritas.

Guru besar Hukum Islam di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini, menyambut baik terbitnya Permendikbudristek No. 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.

Menurut dia, peraturan ini menjadi titik pijak bagi pendidikan tinggi di Indonesia untuk melompat lebih baik ke depan.

“Aturan baru tentang penjaminan mutu pendidikan tinggi ini menjadi batu loncatan bagi pendidikan tinggi di Indonesia,” ujar Ahmad Tholabi Kharlie melalui pesan elektroniki di Jakarta, Kamis (31/8/2023)

Mantan Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta ini menyebutkan, simplifikasi standar nasional pendidikan harus dibaca sebagai upaya negara untuk mendesain pendidikan tinggi untuk menghasilkan sumber daya manusia (SDM) unggul yang tidak berjarak dengan realitas sosial.

“Desain pendidikan tinggi di Indonesia harus mengikuti perkembangan tuntutan zaman. Aturan baru ini adalah bagian dari upaya untuk mendekatkan sistem pendidikan dengan realitas di lapangan dengan senantiasa berpijak pada tujuan pendidikan,” ucapnya.

Pekerjaan rumah yang harus dilakukan saat ini, kata dia, Pemerintah bersama penyelenggara pendidikan tinggi agar segera merumuskan standar pendidikan di level perguruan tinggi masing-masing serta pedoman teknis lainnya sebagai tindaklanjut atau penjabaran dari Permendibudristek No. 53 Tahun 2023 tersebut.

“Seperti soal lulus sarjana tidak harus menulis skripsi, kemudian tidak ada kewajiban publikasi tugas akhir bagi program doktor dan magister, hal itu harus dirumuskan lebih detail dan implementatif di lapangan dengan tanpa mengurangi mutu yang dihasilkan,” ingat Tholabi

Menurutnya, sejumlah kebijakan baru ini harus dimaknai sebagai ikhtiar nyata dari Pemerintah untuk memberikan kemudahan melalui penyederhanaan lingkup standar, standar kompetensi lulusan, dan standar proses pembelajaran dan penilaian.

“Regulasi ini dimaksudkan dalam rangka memperluas ruang gerak perguruan tinggi untuk melahirkan inovasi. Karena inovasi hanya bisa dilakukan dengan ruang gerak yang luas,” tegasnya.

Di bagian lain, Tholabi menyinggung keberadaan kecerdasan buatan atau artificial intelegencia (AI) juga menjadi poin penting atas aturan baru ini.

Menurut dia, kecerdasan buatan telah mendisrupsi aktivitas ilmiah di lingkungan lembaga  pendidikan, khususnya di pendidikan tinggi.

“Ini menjadi tantangan nyata pendidikan kita saat ini. Kecerdasan buatan semakin menguatkan tradisi “bertanya” dan langsung menemukan jawabannya, dari pada tradisi “berpikir”. Padahal, pengetahuan itu basisnya adalah “cogito ergo sum”, pikiran,” pungkas dia. [Red]

Cek berita dan artikel menarik lainnya di Google News Indopolitika.com