INDOPOLITIKA.COM – Polda Metro Jaya berhasil mengungkap kasus mafia tanah yang melibatkan sejumlah pejabat di Badan Pertanahan Nasional (BPN). Modus yang digunakan pun beragam.

Mirisnya, mafia tanah yang bersarang di Kantor BPN ternyata tak pandang bulu dalam mencari mangsa. Bahkan, program strategis Presiden Joko Widodo pun menjadi target pasar mereka.

Program andalan Presiden Jokowi yakni Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) menjadi sarana bagi para pegawai BPN untuk memperdagangkan sertifikat tanah.

Para pegawai BPN yang juga menjadi mafia tanah itu memanfaatkan program PTSL.

“Sertifikat sebenarnya sudah jadi, tapi seolah-olah sudah diberikan kepada korban. Ada figur peran pengganti. Jadi apabila dicek administrasi sudah diserahkan kepada pemohon,” kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Hengki Haryadi, Senin, 18 Juli 2022.

Ada 30 orang yang saat ini sudah ditetapkan tersangka. Di antaranya sebagian besar ditahan, meliputi 13 orang pegawai BPN. 13 pegawai BPN tersebut terdiri dari tujuh aparatur sipil negara (ASN) dan enam pegawai tidak tetap.

Belasan tersangka ini diduga terlibat mafia tanah dengan menerbitkan sertifikat tanah yang seharusnya menjadi hak dari para korban.
Selain pejabat dan pegawai BPN, penyidik juga menangkap dua ASN pemerintah daerah, dua kepala desa, dan seorang penyedia jasa perbankan, serta 12 orang masyarakat sipil.

Kini, para tersangka dijerat dengan Pasal 55 dan Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Selain itu penyidik juga menerapkan Pasal 263, Pasal 264, dan Pasal 266, serta Pasal 372 KUHP.

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Junimart Girsang meminta Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto segera melakukan “bersih-bersih” diinternalnya, mulai dari jajaran kantor pertanahan (Kantah) hingga Kementerian.

Pasalnya, Junimart menilai, persoalan mafia tanah tak kunjung usai, karena mental kinerja oknum internal BPN yang bekerjasama secara sistematis, masif dengan para mafia pertanahan.

“Dari awal saya sangat tidak setuju pembentukan satgas mafia tanah itu melibatkan unsur ATR/BPN di dalamnya, karena itu malah akan menimbulkan conflict of interest,” ujarnya kepada wartawan, kemarin.

Politisi dari Fraksi PDI Perjuangan ini mencontohkan, kasus surat warkah yang ada di BPN, namun raib entah kemana. Selain itu, kasus juru ukur tanah bekerja bisa by order, bahkan asal ukur tanpa menggunakan titik koordinat yang sahih.

“Kejadian yang sangat mempermalukan Pak Presiden Jokowi, ketika 300 sertifikat berdasar Redis, PTSL yang beliau bagikan di Jasinga Bogor kepada masyarakat, ternyata bermasalah,” tegasnya.

Oleh karenanya, Pemilik Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Utara III ini berharap Integritas dan komitmen Menteri ATR/BPN Hadi untuk memberantas mafia tanah yang sudah menggurita, dan  harus segera dipertanggungjawabkan secara konsisten dan konsekuen.

Dengan kata lain, perlu bersih-bersih internal kedalam institusi ATR/BPN. Karena komunitas mafia pertanahan ini terjadi, terbentuk berkat peranan orang dalam sendiri.

“Evaluasi di internal Kementerian sudah harus dilakukan dalam rangka bersih-bersih dari tingkat Kasi di Kantah, Kanwil sampai ke Kementerian,” pungkasnya. [Red]

Cek berita dan artikel menarik lainnya di Google News Indopolitika.com