Meski demikian acara yang gagal itu dicatat Rosihan Anwar sebagai tanda bahwa Usmar Ismail memang berbakat menjadi sutradara. Setelah duduk di bangku SMA, di Yogyakarta, Usmar semakin banyak terlibat dengan dunia sastra.

Ia memperdalam pengetahuan dramanya dan aktif dalam kegiatan drama di sekolahnya. Tak hanya itu, Usmar juga mulai mengirimkan karangan-karangannya ke berbagai majalah.

Bakat Usmar semakin berkembang saat ia bekerja di Keimin Bunka Sidosho (Kantor Besar Pusat Kebudayaan Jepang). Bersama dengan Armijn Pane dan budayawan lainnya, Usmar pun bekerja sama untuk mementaskan drama.

Kemudian pada Pada tahun 1943, Usmar Ismail bersama abangnya, El Hakim, dan bersama Rosihan Anwar, Cornel Simanjuntak, serta HB Jassin mendirikan kelompok sandiwara yang diberi nama Maya.

Maya adalah sebuah sandiwara yang dipentaskan berdasarkan teknik teater barat. Sandiwara yang dipentaskan Maya, antara lain, “Taufan di Atas Asia (El Hakim)”, “Mutiara dari Nusa Laut (Usmar Ismail)”, “Mekar Melati (Usmar Ismail)”, dan “Liburan Seniman (Usmar Ismail).”

Usmar pernah dijebloskan ke penjara oleh Belanda saat ia bekerja sebagai wartawan politik di kantor berita Antara. Saat itu Usmar dituduh terlibat kegiatan subversi karena meliput perundingan Belanda RI di Jakarta, pada tahun 1948. 

Cek berita dan artikel menarik lainnya di Google News Indopolitika.com