INDOPOLITIKA.COM – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, menggelar sidang kasus dugaan korupsi pengadaan kilang Liquefied Natural Gas (LNG) dengan terdakwa Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan, Senin (12/2/2024). 

Dalam sidang ini, Jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa, bekas Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina (Persero) itu merugikan keuangan negara sebesar USD113.839.186.60 alias 1.778.323,27. 

“Melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut, secara melawan hukum yaitu memberikan persetujuan pengembangan bisnis gas pada beberapa kilang LNG (Liquefied Natural Gas) potensial di Amerika Serikat tanpa adanya pedoman pengadaan yang jelas, dan hanya memberikan izin prinsip tanpa didukung dasar justifikasi, analisis secara teknis dan ekonomis, serta analisis risiko,” kata JPU Wawan Yunarwanto. 

Jaksa Wawan menjelaskan, dalam pengadaan LNG di PT. Pertamina pada Juni 2011-Juni 2021, tidak meminta tanggapan tertulis kepada Dewan Komisaris PT Pertamina (Persero) dan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sebelum penandatanganan perjanjian jual beli LNG Corpus Christu Liquefaction Train 1 dan Train 2.

Namun, mewakili PT Pertamina (Persero) Senior Vice President (SVP) Gas & Power PT Pertamina tahun 2013 sampai dengan 2014, Yenni Andayani menandatangani LNG Sales and Purchase Agreement (SPA) Corpus Christu Liquefaction.  

Meski seluruh direksi PT Pertamina (Persero) belum menandatangani Risalah Rapat Direksi (RRD), serta tidak meminta tanggapan tertulis Dewan Komisaris PT Pertamina (Persero) dan Persetujuan RUPS, serta tanpa adanya pembeli LNG Corpus Christi Liquefaction yang telah diikat dengan perjanjian. 

“Selanjutnya, Direktur Gas PT. Pertamina 2012-2014 Hari Karyuliarto menandatangani pemgadaan LNG tersebut untuk tahap dua, yang juga tidak didukung persetujuan Direksi di PT. Pertamina. Serta tanggapan tertulis dari Dewan Komisaris dan persetujuan RUPS PT Pertamina, yang kemudian tanpa adanya pembeli LNG yang telah diikat dengan perjanjian,” paparnya.  

Selain itu, Karen sebagai Dirut PT. Pertamina melakukan komunikasi dengan pihak Blackstone yang merupakan salah satu pemegang saham pada Cheniere  Eerngy Inc dengan tujuan untuk mendapatkan jabatan dan memperoleh jabatan sebagai Senior Advisor pada Private Equality Group Blackstone. 

Karena PT Pertamina telah mengambil proyek Corpus Christi Liquefaction. Tentu itu bertentangan dengan Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Pasal 92 dan Pasal 97 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas; Pasal 11 huruf a, b, c, Pasal 12 huruf a, b, c, Pasal 13 angka 2 Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-05/MBU/2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa BUMN.  

Akibat perbuatan itu, Karen didakwa memperkaya diri sendiri sebesar Rp 1.091.280.281,81dan USD 104,016.65. Perbuatan itu mengakibatkan kerugian negara selurugnya sebesar USD 113,839,186.60. 

“Mengakibatkan kerugian keuangan negara PT Pertamina (Persero) sebesar USD 113,839,186.60, berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia (RI) dalam rangka penghitungan Kerugian Negara atas Pengadaan LNG,” ujar Jaksa Wawan.  

Karen didakwa melanggar Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP. [Red]

Cek berita dan artikel menarik lainnya di Google News Indopolitika.com