INDOPOLITIKA.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal mendalami uang hasil suap Wali Kota nonaktif Rahmat Effendi. Khususnya, dugaan uang mengalir ke keluarga Rahmat Effendi.

“Sekali lagi informasi dari masyarakat sekecil apa pun itu kami akan konfirmasi dan didalami di dalam proses penyidikan yang sedang kami lakukan ini, tentu kepada para saksi yang kami panggil nanti kami konfirmasi informasi tersebut,” kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (25/1/2022).

Ali mengatakan pihaknya tidak akan meremehkan seluruh informasi terkait aliran dana dalam kasus Rahmat Effendi. Seluruh pihak yang menikmati uang itu juga dipastikan akan diproses hukum.

“Prinsipnya itu dalam proses penyidikan ini segala informasi akan terus dikembangkan dalam waktu empat bulan ke depan, yang kami miliki waktu sesuai dengan ketentuan undang-undang,” ujar Ali.

Diketahui, dalam OTT Rahmat Effendi, KPK mengamankan sebanyak 14 orang. Sembilan di antaranya ditetapkan sebagai tersangka. Sebanyak lima tersangka berstatus sebagai penerima.

Mereka ialah Wali Kota nonaktif Bekasi Rahmat Effendi; Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP, M Bunyamin; Lurah Jatisari, Mulyadi; Camat Jatisampurna, Wahyudin; dan Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan Kota Bekasi, Jumhana Lutfi.

Mereka disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sementara itu, ada empat ditetapkan sebagai tersangka pemberi. Mereka, yakni Direktur PT MAM Energindo, Ali Amril; pihak swasta, Lai Bui Min; Direktur Kota Bintang Rayatri, Suryadi; dan Camat Rawalumbu, Makhfud Saifudin.

Mereka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf f serta Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. [Red]

Cek berita dan artikel menarik lainnya di Google News Indopolitika.com