INDOPOLITIKA – Gaung pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024 makin menggema di seluruh seantero tanah air. Tahun ini, Pilkada serentak akan berlangsung di seluruh Indonesia, termasuk juga di Provinsi Banten. 

Namun harus dicatat, euforia boleh saja selama tidak melabrak aturan. Menurut penyelenggara pemilu, baik Komisi Pemilihan Umum (KPU) maupun Bawaslu, politik uang di Pilkada bisa dipidana baik pemberi maupun penerima.  

Pasangan calon atau juga tim kampanye bahkan orang per orang itu dilarang memberikan sesuatu dalam bentuk barang atau uang kepada pihak lain untuk memengaruhi agar mereka memilih calon tertentu atau tidak memilih calon tertentu. Kalau itu dilakukan, maka ini ada sanksi pidananya. 

Menurut komisioner KPU Provinsi Banten, Aas Satibi, subjek pidana pada Pemilu dan Pilkada memiliki aturan yang berbeda. Pada Pilkada 2024 ini, setiap orang yang memberikan barang atau uang atau mempengaruhi dengan janji bisa dipidana. 

Aturan ini berbeda dengan Pemilu sebelumnya, dimana subjeknya hanya berlaku pada peserta, dan bagaimana kampanye pemilu yang telah didaftarkan ke KPU. 

“Kalau di Pilkada di UU juga demikian, di PKPU juga demikian, subjek hukumnya setiap orang, jadi siapapun yang mempengaruhi dengan janji, memberikan sesuatu untuk memilih atau tidak memilih, atau untuk memilih dengan cara tertentu, sehingga suaranya tidak sah, itu bisa di pidana,” kata Aas saat mensosialisasikan Peraturan dan Petunjuk Teknis (Juknis) Kampanye pada Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Banten 2024, kemarin.  

Ia menjelaskan, peserta atau calon juga boleh memberikan hadiah atau door prize pada saat kampanye terbuka, dengan  batasan satuan maksimal sebesar satu juta rupiah.  

“Hadiah itu diatur ada pasal tersendiri, ada batasan persatuan maksimal satu juta rupiah,” ujarnya. 

Pemberi Sembako Bisa Disanksi Pidana  

Masih terkait aturan Pilkada 2024, anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Pendeglang Didin Tahajudin mengatakan, orang yang terbukti memberikan sembako pada Pilkada 2024 bisa dikenakan sanksi pidana. Sebab, pembagian sembako menjadi salah bagian dari politik uang. 

“Pasangan calon atau juga tim kampanye bahkan orang per orang itu dilarang memberikan sesuatu dalam bentuk barang atau uang kepada pihak lain untuk memengaruhi agar mereka memilih calon tertentu atau tidak memilih calon tertentu. Kalau itu dilakukan, maka ini ada sanksi pidananya,” kata Didin, Sabtu  (28/2024).  

Didin mengatakan, sanksi pidana tersebut tercantum dalam Pasal 187A ayat 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Dalam pasal tersebut ditulis bahwa setiap orang yang dengan sengaja menjanjikan atau memberi uang atau materi lainnya untuk memengaruhi pemilih, dipidana dengan pidana penjara 36-72 bulan dan denda Rp 200 juta – Rp 1 miliar.  

Selain pemberi, pemilih yang dengan sengaja menerima sembako atau materi lainnya juga bisa dikenakan sanksi pidana yang sama. 

“Warga harus menolak karena ada potensi pidananya,” ujarnya.  

Bagaimana dengan bantuan sosial (bansos) yang mungkin bisa digunakan untuk pemenangan salah satu pasangan calon. Ia menyagakan,  merupakan program pemerintah yang tidak ada hubungannya dengan kontestasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). 

Dia menyebutkan, apabila bansos digunakan sebagai alat kampanye dalam pesta demokrasi ini maka dapat dikualifikasi sebagai politik uang.  

“Apabila dalam pemberian bansos itu disertai mempengaruhi pemilih masuk politik uang,” katanya.   

Untuk mengantisipasi penyalahgunaan jabatan yang dilakukan penyelenggara negara, aparatur sipil negara (ASN) dan kepala desa, Bawaslu melakukan pengawasan melekat bersama kepolisian dan kejaksaan.  

“Kegiatan yang dilakukan oleh ASN, kepala desa yang berpotensi mengumpulkan orang banyak turut kita awasi,” katanya. [Red]

Cek berita dan artikel menarik lainnya di Google News Indopolitika.com