INDOPOLITIKA — Mantan Komisaris Utama PT Pertamina (Persero), Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, angkat bicara setelah namanya disebut-sebut dalam kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair (LNG) di Pertamina.
Ahok menegaskan bahwa dugaan korupsi tersebut terjadi jauh sebelum dirinya menjabat sebagai Komisaris Utama.
“Kasus ini sebenarnya sudah terjadi sebelum saya diangkat menjadi komut. Bahkan saat saya menjabat, justru kami yang menemukan kejanggalan dalam pembelian dan melaporkannya untuk diaudit,” ujar Ahok dikutip Selasa, (30/9/2025).
Ahok juga mengungkapkan bahwa dirinya sama sekali tidak mengenal tersangka yang menyebut namanya dalam penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ahok telah dua kali diperiksa sebagai saksi dalam kasus ini untuk memberikan keterangan terkait temuan yang dilaporkannya.
Sebelumnya, tersangka dalam kasus ini sekaligus mantan Direktur Gas Pertamina, Hari Karyuliarto, menyebut nama Ahok saat memasuki Gedung Merah Putih KPK pada 25 September 2025.
Hari menuntut Ahok dan mantan Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati bertanggung jawab atas kasus korupsi tersebut.
Menanggapi hal ini, Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, meminta agar pernyataan terkait tanggung jawab disampaikan secara resmi kepada penyidik.
Ia menduga bahwa pernyataan Hari itu disampaikan di luar ruang pemeriksaan untuk mendapat sorotan media, namun yakin bahwa keterangan tersebut sudah disampaikan secara resmi saat pemeriksaan.
Kasus ini sendiri berawal dari surat perintah penyidikan yang diterbitkan KPK pada 6 Juni 2022. Dalam perkara ini, KPK sudah menetapkan beberapa tersangka, termasuk mantan Direktur Utama Pertamina periode 2011–2014, Karen Agustiawan, yang telah divonis penjara selama 13 tahun oleh Mahkamah Agung setelah vonis awal 9 tahun.
Selain Karen, KPK juga menetapkan mantan Pelaksana Tugas Dirut Pertamina, Yenni Andayani, dan mantan Direktur Gas Pertamina, Hari Karyuliarto, sebagai tersangka baru pada Juli 2024. Keduanya kemudian ditahan pada 31 Juli 2025.
Kasus ini ditengarai merugikan keuangan negara hingga sekitar 140 juta dolar AS. (Nul)
Tinggalkan Balasan