INDOPOLITIKA.COM – Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah melontarkan kritikan tajam kepada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). 

Pasalnya, rekomendasi buku sastra kalangan SD sampai SMA dari Kemendikbudristek sebagian berisi muatan sadis, porno, bahkan penyimpangan seksual. 

Tak ayal, sejumlah organisasi kemasyarakatan mengkritik keras adanya muatan konten seksual dan kekerasan dalam rekomendasi buku Sastra Masuk Kurikulum ini. 

Karena itu, legislator Senayan, Ledia Hanifa Amaliah mengingatkan dengan tegas agar Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim tidak kebablasan dan ugal-ugalan memimpin dan mengelola kementerian yang dipimpinnya.  

Ledia menegaskan, bukan sekali dua kali ada kegaduhan keluar dari kementerian yang menaungi pendidikan ini. Mengeluarkan kebijakan atau program yang mengundang kontroversi sampai banyak dikritik dan diprotes. 

“Baru berhenti atau direvisi setelah diprotes. Kalau ibarat sopir, Mas Menteri ini jadi seperti sopir ugal-ugalan. Suka kebablasan. Sampai bolak-balik kena tilang,” tutur Ledia dalam keterangan tertulisnya, kemarin. 

“Saya mencermati Panduan Rekomendasi Buku Sastra ini satu demi satu dan merasa muak melihat sebagian isinya. Sungguh tidak habis pikir bagaimana muatan buku yang menggunakan diksi-diksi vulgar terkait kesadisan, seksual, dan penyimpangan seksual bisa dijadikan bagian dari buku pendidikan yang akan dikonsumsi anak sekolah. Kepala BSKAP, Mas Nino dan Mas Menteri sendiri coba ambil buku rekomendasi yang berdiksi vulgar itu lalu bacakan kepada anaknya. Tegakah?” ungkapnya. 

Ledia mengingatkan bahwa karya sastra meskipun merupakan sebuah refleksi imajinatif penulis yang berangkat dari imajinasi bebas maupun potret masyarakat perlu memiliki nilai rasa keindahan dan menjunjung norma.  

“Tidak semata ungkapan ekspresi hawa nafsu sebebas-bebasnya. Setidaknya, meski buku-buku tersebut telah beredar umum tidak berarti semua menjadi patut dihadirkan di sekolah,” katanya.  

“Masyarakat dalam ranah umum saja telah panjang berdebat soal kepatutan memotret dan mengungkap realitas sosial akan kekerasan, sadisme, eksploitasi seksual, pornografi bahkan penyimpangan seksual dalam muatan karya sastra. Tak perlu pula kita membawa muatan sadisme, eksploitasi seksual, pornografi bahkan penyimpangan seksual ini secara sengaja pada anak sekolah,” tegas Ledia. 

Karena itu, ia mengingatkan Menteri Nadiem Makarim dan jajarannya agar selalu patuh pada Undang-undang, selaras dengan nilai-nilai Pancasila, juga ingat pada tujuan pendidikan nasional. 

Sehingga setiap kali mau mengeluarkan kebijakan, program atau produk lakukan dulu analisa mendalam dengan mengacu tiga hal tersebut, apakah sesuai Undang-undang, selaras dengan nilai-nilai Pancasila dan sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. 

“Jangan nyerempet-nyerempet pelanggaran atau kontroversi. Tidak mendidik,” ujar Legislator Dapil Kota Bandung dan Kota Cimahi ini. 

Pihak Kemendikbudristek berdalih Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra bahwa buku-buku ini perlu dijadikan bahan diskusi untuk mendorong keluar anak didik dari pemikiran hitam putih. Akan tetapi, bagi Ledia, argumentasi ini tidak tepat bila mengacu pada pilihan buku-buku yang bermuatan vulgar.

“Dalam keseharian, berita buruk dan baik, informasi positif dan negatif sudah menyerbu kehidupan. Fakta-fakta ini sudah cukup menjadi bahan diskusi di rumah dan di sekolah agar anak berpikir kritis, menumbuhkan empati dan menumbuhkan karakter baik yang disesuaikan dengan usia dan tingkat kematangan anak didik,” akunya. 

“Fakta-fakta ini saja perlu dipilah orangtua dan guru dengan susah payah. Jadi tidak perlu lagilah kurang kerjaan, kurang pertimbangan dan kurang kebijaksanaan dengan menyodorkan pada anak didik imajinasi vulgar soal kekerasan, seks dan penyimpangan,” pungkas Politisi Fraksi PKS itu. [Red]

Cek berita dan artikel menarik lainnya di Google News Indopolitika.com