INDOPOLITIKA.COM- Sekertaris Mahkamah Agung, Nurhadi Abdurahman ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Nurhadi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pengaturan perkara di Mahkamah Agung pada 2016.

Ditetapkannya Nurhadi sebagai tersangka bermula dari hasil pengembangan operasi tangkap tangan pada 20 April 2016 lalu, pada saat itu bekas pegawai PT Artha Pratama Anugerah, Doddy Ariyanto Supeno sedang menyerahkan uang senilai Rp 50 juta kepada mantan Panitera Pengadilam Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution. Uang tersebut merupakan nilai awal dari total uang yang dijanjikan. Kasus ini melibatkan pejabat pengadilan, swasta dan korporasi besar.

Dilansir dari majalah Tempo edisi 2 Mei 2016. Saat itu majalah ini menuliskan sepak terjang keterlibatan Nurhadi dalam kasus pengaturan perkara di MA. Dari pengembangan kasus tertangkapnya Doddy dan Edy, KPK mengendus ada peran Nurhadi dalam perkara suap yang sedang ditanganinya ini.

Dugaan kuat KPK,  Nurhadi sebagai penerima suap dari Doddy untuk mengatur permohonan Peninjauan Kembali PT Across Asia Limited, anak usaha Lippo Group.

Pasalnya, dua minggu  sebelum Doddy dan Edy tertangkap tangan oleh KPK. Doddy pergi ke rumah Nurhadi dengan menenteng tas yang diduga berisi uang  untuk diserahkan kepada Nurhadi. Sembilan hari kemudian setelah Doddy dan Edi tertangkap, KPK pun mendatangi rumah Nurhadi untuk melakukan pengeledahan  di rumah Nurhadi di Jalan Hangkelir V, Jakarta Selatan,

Peristiwa  penggeledahan itu terjadi pada 12 April tiga tahun lalu. Saat tiba di rumahnya,  Nurhadi mengurung diri bersama istri dan anak perempuannya di dalam kamar. Dua penyidik KPK silih berganti mengetuk pintu kamar di lantai dua. Namun Nurhadi tidak membukanya.

Dugaan kuat KPK, Nurhadi bersama Istri dan anaknya sedang berusaha menghilangkan barang bukti suap yang diterimanya. Hal itu terbukti dari dalam kamar terdengar suara kucuran air di kloset yang diguyurkan berulang kali.

Tak lama berselang, pintu pun akhirnya dibuka oleh istri Nurhadi, Tin Zuraida. Tin Zuraida keluar kamar. Ia beralasan ingin ke kamar lain untuk mengambil pakaian dalam. Melihat gelagat aneh yang diperlihatkan Tin, KPK pun mencurigai ada yang disembunyikan. Lalu, KPK mengikuti Tin dan melakukan penggeledahan. Disitu, KPK menemukan banyak sobekan kertas basah di balik baju tidurnya.  Kemudian penyidik lain bergegas masuk ke kamar Nurhadi.

Di dalam kamar itu, mereka menemukan empat tas jinjing hitam di dekat lemari baju. Dua tas masih utuh berisi uang, sementara dua tas lagi sudah terbuka dan tak ada isinya. Tak jauh dari tas kosong, penyidik menemukan kertas pembungkus uang berceceran.

Didalam kamar, rupanya Nurhadi tengah mencoba menghilangkan barang bukti dengan mengguyur duit ke toilet dan membasahkan dokumen daftar perkara yang “dipegang” Nurhadi selama di Mahkamah Agung.

Dalam penelusurannya, KPK menemukan duit senilai Rp 1,7 miliar. Sejak saat itulah Nurhadi dilarang bepergian ke luar negeri selama enam bulan. Kemudian KPK melakukan pemeriksaan terhadap nurhadi pada 24 Mei 2016.

Saat dimintakan keterangan terkait dengan upaya menghilangkan barang bukti di kloset kamarnya, Nurhadi membantah dan mengatakan itu adalah fitnah.

“Itu fitnah besar. Masa uang sebesar itu dibuang di kloset,” kata Nurhadi saat bersaksi dalam sidang dengan terdakwa eks petinggi Lippo Group Eddy Sindoro di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin, 21 Januari 2019.

Cek berita dan artikel menarik lainnya di Google News Indopolitika.com