INDOPOLITIKA.COM – Anggota Komisi III DRP Fraksi Demokrat, Santoso turut berduka atas terjadinya bom bunuh diri yang terjadi di Polsek Astana Anyar, Bandung, Jawa Barat pada Rabu (7/12/2022).

Meski begitu, Santoso mengungkapkan terkait adanya bom bunuh diri tersebut, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) kecolongan.

“Peristiwa bom bunuh diri ini BNPT kecolongan,” kata Santoso pada wartawan, Rabu (7/12/2022).

Santoso juga menyentil, program BNPT yang tidak maksimal dan hanya menghabiskan anggaran saja.

“Program deradikalisasi yang dilakukan BNPT jangan beroreantasi penyerapan anggaran, tapi harus benar-benar membentuk sikap toleran antar anak bangsa atas adanya perbedaan dan pandangan politik,” jelas Santoso.

Masih kata Santoso, dalam menanggulangi aksi terorisme BIN juga turut andil.

“Aparat penegak hukum termasuk BIN punya tugas mengantisipasi agar peristiwa bom bunuh diri ini tidak terjadi lagi,” kata Santoso.

Terakhir, ia mengimbau untuk lebih memperketat penjagaan mengingat akan memasuki hari Natal dan tahun baru.

“Potensi bom bunuh diri harus diwaspadai menjelang Nabaru,” tandasnya.

Diketahui, pelaku bom bunuh diri yang meneror Polsek Astana Anyar, Kota Bandung, ternyata sempat melakuan teror bom juga sebelumnya.

Menurut keterangan Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo, pelaku yang bernama Agus Muslim (AS) baru keluar dari Nusakambangan September 2021 lalu setelah menjalani masa hukuman empat tahun.

Informasi yang disampaikan Kapolri itu didapat dari hasil pemeriksaan sidik jari dan juga face recognition, yang identik dengan pelaku Agus Sujatno atau Agus Muslim.

“Yang bersangkutan pernah ditangkap atas kasus Bom Cicendo pada 2017 dan sempat dihukum empat tahun dan di bulan September-Oktober 2021 dia bebas,” ujar Listyo di sekitar Mapolsek Astananayar, Rabu (7/12/2022).

Pelaku menurut Kapolri terafiliasi dengan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Jawa Barat.

“Yang bisa kami jelaskan bahwa pelaku terafiliasi dengan kelompok JAD Bandung atau JAD Jawa Barat,” katanya.

Lebih jauh Jenderal Listyo mengatakan, Agus termasuk mantan napi yang sulit dilakukan deradikalisasi sehingga statusnya masih “merah”.

“Yang bersangkutan ini sebelumnya ditahan di LP Nusakambangan. Artinya dalam tanda kutip masuk kelompok masih merah. Maka proses deradikalisasi perlu teknik dan taktik berbeda karena yang bersangkutan masih susah diajak bicara, cenderung menghindar, walaupun sudah melaksanakan aktivitas,” ujar Listyo. [Red]

Cek berita dan artikel menarik lainnya di Google News Indopolitika.com