INDOPOLITIKA.COM- Sikap dingin Presiden Jokowi terhadap aksi brutal yang dilakukan polisi dalam penanganan demonstran terus menuai tanda tanya. Direktur LBH Jakarta Arif Maulana menilai, imbauan Presiden agar polisi tidak represif, tidak dilaksanakan kepolisian. Justru, tindakan brutal itu masih terjadi.

Dia mengungkapkan, Presiden sudah dua kali menyampaikan agar polisi tidak represif. Pernyataan itu terjadi sebelum dan setelah tanggal 24 September. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Polisi semakin brutal menghadapi aksi damai demonstran.

“Kami minta Presiden tegas. Kalau polisi kembali melakukan tindakan represif dan faktanya demikian, lalu apa sikap Presiden. Jangan kemudian minta polisi jangan represif, tetapi tetap represif dan presiden diam saja. Kalau ini dibiarkan artinya sebetulnya Presiden melakukan pelanggaran HAM terhadap warganya,” katanya (4/10).

Dia mengatakan, penyampaian pendapat dimuka umum adalah hak warga negara yang dijamin konstitusi. Pernyataan Presiden yang tidak diindahkan polisi pada saat pengamanan di lapangan tidak boleh dibiarkan. Apalagi didiamkan. Presiden harus menggunakan kewenangannya sebagai kepala negara untuk bersikap atas tindakan represif aparat. “Presiden jangan hanya ngomong doang,” katanya.

Aksi damai penyampaian pendapat di muka umum merupakan hak warga negara. Rentetan aksi itu boleh jadi masih akan terjadi menjelang pelantikan Presiden. Karena itu, menurut dia, Presiden harus segera mengevaluasi kinerja polisi selama gelombang aksi yang terjadi belakangan ini.

“Aksi represif dan tindakan brutal polisi ini harus dihentikan. Ini mencederai semangat reformasi. Polisi itu lahir dari rahim reformasi,” katanya.[sgh]

Cek berita dan artikel menarik lainnya di Google News Indopolitika.com