INDOPOLITIKA.COM – Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej jadi tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Eddy menjadi tersangka dugaan gratifikasi dan suap bersama 3 orang lain.

“Sudah kami tandatangani sekitar dua Minggu yang lalu,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis, 9 November 2023.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, ada tersangka pemberi suap dan penerima suap dalam kasus yang menjerat Wamenkumham ini. Namun, Alex enggan memerinci siapa pemberi dan penerima suap di kasus tersebut.

“Empat orang tersangka, dari pihak penerima tiga, dan pemberi satu. Itu. Clear ya,” ujar Alex.

Tak hanya unsur penerimaan gratifikasi dalam kasus yang menyeret Eddy ini. Ada aliran suap yang diendus KPK.

“Ada pasal suap ada pasal gratifikasinya,” kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur di Jakarta, Selasa, 7 November 2023.

Perkara Eddy Hiariej berujung tersangka

Sementara itu, Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman membeberkan duduk masalah dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi yang menjerat Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej.

Dia mengaku tahu kronologinya karena pernah diceritakan pelapor, yakni Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso.

“Yang dilaporkan Sugeng Santoso IPW pernah didiskusikan dengan aku, dugaan Wamenkumham menerima sejumlah uang dari Helmut Hermawan (salah satu pemilik PT CLM). Konstruksinya bisa gratifikasi, suap, bisa pemerasan, tapi terserah KPK pasal ini seperti apa,” kata Boyamin di Jakarta, Jumat, 10 November 2023.

Menurut Boyamin, Sugeng bercerita terkait adanya aliran dana miliaran rupiah yang mengarah ke Eddy. Uang itu disebut untuk pembayaran jasa pengacara dan upaya menutup perkara.

“Urutannya itu adalah Rp4 miliar, Rp3 miliar, dan Rp1 miliar. Rp4 miliar konon katanya untuk upah lawyer, Rp3 miliar tambahan lagi untuk menutup perkara yang menyangkut Helmut, karena dia juga dilaporkan di Polri,” ucap Boyamin.

Dari total dana yang dibeberkan itu, sebanyak Rp3 miliar tidak terpenuhi. Menurut Boyamin, sebagian uang sudah digunakan untuk kepentingan organisasi.

“Yang Rp1 miliar untuk permintaan membiayai kegiatan persatuan tenis lapangan Indonesia, organisasi olahraga, yang ini juga diduga untuk money politics, uang yang diperoleh dari Helmut tadi,” ujar Boyamin.

Boyamin menilai tindakan Eddy sarat konflik kepentingan. Wamenkumham sejatinya boleh membantu masyarakat yang meminta bantuan maupun saran hukum, tapi tidak perlu mendapatkan upah.

Cek berita dan artikel menarik lainnya di Google News Indopolitika.com