INDOPOLITIKA.COM – Sengketa Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK) banjir Amicus Curiae alias sahabat pengadilan. Sederet tokoh seperti Habib Rizieq Shihab, Din Syamsuddin, Ahmad Shabri lubis, Yusuf Martak, Munarman hingga Megawati mengajukan Amicus Curiae. 

Hingga Rabu sore, Mahkamah Konstitusi merekap telah menerima 22 amicus curiae terhadap sengketa hasil Pilpres dari berbagai elemen masyarakat. 

Kuasa Hukum Rizieq, Aziz Yanuar mengatakan, pihaknya adalah kelompok warga negara Indonesia yang memiliki keprihatinan mendalam terhadap keberlangsungan dan masa depan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

“Utamanya dan pertama-tama adalah dalam tegaknya keadilan yang berdasarkan pada asas negara hukum yang berkeadilan,” kata Aziz Yanuar, dalam keterangan resminya Rabu, 17 April 2024. 

Sejumlah Pakar hukum juga buka suara terkait Amicus Curiae ini. Pakar hukum tata negara dari Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah Castro, mengatakan bahwa banjir amicus curiae menandakan dua hal.  

“Pertama, simbol kegelisahan kolektif publik terhadap pelaksanaan Pemilu 2024 yang penuh dengan dugaan kecurangan,” kata Herdiansyah mengutip, Tempo, Kami, 18 April 2024. 

Dia menjelaskan, kecurangan dalam Pemilu 2024 diduga mulai dari dari upaya kekuasaan menyandera MK, politik cawe-cawe presiden, politisasi bantuan sosial alias bansos, pengerahan aparatur negara, dan sebagainya. 

Kedua, simbol ketidakpercayaan terhadap MK yang tersandera oleh putusannya sendiri. 

“Publik paham, MK seperti menjadi tawanan bagi dirinya sendiri, karena itulah publik memuntahkan keresahan dan ketidakpercayaan itu melalui amicus curiae,” kata Castro, sapaannya. 

Pakar hukum kepemiluan dari Universitas Indonesia, Titi Anggraini, mengatakan maraknya amicus curiae menjadi indikasi bahwa banyak pihak melihat maraknya persoalan dalam penyelenggaraan Pemilu 2024.  

“Mengapa para pihak berbondong-bondong menjadi amicus curiae? Karena peran vital MK dalam memutuskan hasil Pemilu,” ujarnya. 

Dia melanjutkan, masyarakat berharap MK mampu berdiri di atas konstitusi, demokrasi, dan keadilan Pemilu. Oleh sebab itu, kata Titi, MK harus menunjukkan kenegarawannya dalam memutus perkara sengketa hasil Pilpes ini. 

Hal senada diungkapkan oleh pakar hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar. Menurut Uceng, sapaannya, banjir amicus curiae dalam sengketa hasil Pilpres adalah bentuk animo masyarakat. 

“Ada counter yang besar,” kata Uceng ketika dihubungi pada Rabu. “Saya enggak baca semua amicus-nya, tapi saya kira itu simbol perhatian publik yang tinggi,” katanya.

Pakar hukum tata negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia Qurrata Ayuni menegaskan, amicus curiae tidak bisa dijadikan alat bukti dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK), termasuk dalam perkara perselisihan hasil pemilihan umum atau sengketa hasil Pilpres 2024.  

Menurut Qurrata, amicus curiae yang diajukan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan sejumlah tokoh hanya sebatas dukungan moral ke hakim MK dan tidak bisa dijadikan pertimbangan hukum MK. 

“Meskipun semua pengadilan dapat memiliki amicus curiae, tetapi tidak dapat dianggap sebagai salah satu alat bukti. Ini tidak diperbolehkan. Amicus curiae berfungsi sebagai dukungan semata, sebagai sahabat pengadilan,” ujar Qurrata kepada wartawan.  

Karena bukan alat bukti, kata Qurrata, hakim MK tidak boleh memasukkan pandangan amicus curiae sebagai pertimbangan hukum dalam putusan mereka. Menurut dia, amicus curiae hanya berfungsi sebagai dukungan moral bagi pengadilan. 

“Ini bukan merupakan alat bukti yang digunakan dalam sidang di MK, baik oleh pihak yang bersengketa maupun oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU),” tandas dia. [Red]

Cek berita dan artikel menarik lainnya di Google News Indopolitika.com