INDOPOLITIKA – Perusahaan teknologi besar asal Amerika Serikat, Meta dan Apple, mengajukan keluhan kepada Presiden Donald Trump setelah dijatuhi denda total sebesar US$ 800 juta (sekitar Rp 13,5 triliun) oleh Uni Eropa.
Meta, yang menaungi Facebook, Instagram, dan WhatsApp, mengungkapkan protes paling keras. Joel Kaplan, Chief Global Affairs Meta, mengatakan bahwa denda dan kewajiban untuk merombak model bisnis iklan mereka mirip dengan tarif impor.
“Kami dikenakan tarif miliaran dolar dan secara bersamaan dipaksa untuk menawarkan layanan yang lebih buruk,” ujar Kaplan, seperti dilansir Reuters.
Kay Hezemi-Jebelli, juru bicara lobi teknologi Chamber of Progress, menilai sanksi Uni Eropa sebagai bagian dari eskalasi perang dagang.
Ia juga menegaskan bahwa pemerintah AS harus memberikan perhatian khusus pada regulasi Uni Eropa, terutama Digital Markets Act (DMA), yang bertujuan menciptakan persaingan yang lebih adil di pasar digital.
Dukungan terhadap tekanan dari perusahaan teknologi datang dari Gedung Putih. Brian Hughes, juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS, menyebut sanksi terhadap Apple dan Meta sebagai “pemerasan ekonomi” yang tidak dapat dibiarkan.
“Regulasi asing yang menargetkan perusahaan AS, menghambat inovasi, dan memungkinkan sensor akan dianggap sebagai hambatan perdagangan dan ancaman bagi masyarakat sipil yang bebas,” ungkap Hughes.
Meta berharap Trump dapat memasukkan DMA dalam negosiasi perdagangan dengan Uni Eropa, merujuk laporan Perwakilan Dagang AS yang menyebut DMA sebagai hambatan perdagangan non-tarif.
Sementara itu, juru bicara Apple memilih untuk tidak berkomentar mengenai posisi perusahaan terkait DMA dalam pembicaraan antara AS dan Uni Eropa, namun menegaskan bahwa denda sebesar 500 juta euro untuk Apple dan kewajiban mengubah aturan dapat merugikan privasi dan keamanan pengguna, serta memaksa Apple untuk menyerahkan teknologinya secara cuma-cuma.(Hny)
Tinggalkan Balasan