INDOPOLITIKAPolda Metro Jaya mengungkap perkembangan terbaru terkait kasus bom yang meledak di SMAN 72 Jakarta, Kelapa Gading, Jakarta Utara, pada Jumat 7 November 2025.

Pelaku yang merupakan anak berkonflik dengan hukum (ABH) diduga membeli bahan peledak secara online, lalu merakitnya menjadi beberapa bom yang diletakkan di sejumlah titik.

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Budi Hermanto, menyampaikan bahwa paket berisi bahan-bahan tersebut diterima langsung oleh orangtua pelaku.

Namun pihak keluarga tidak menaruh curiga karena pelaku mengaku barang itu digunakan untuk kegiatan ekstrakurikuler sekolah.

“Diduga dibeli online. Karena orangtuanya yang menerima paket dan tidak curiga,” kata Budi, Jumat (21/11/2025).

Peristiwa tragis itu terjadi saat khotbah Salat Jumat berlangsung. Ledakan besar mengakibatkan 96 orang menjadi korban. Penyidikan kemudian menemukan bahwa bom di masjid tersebut dirakit secara profesional dan dapat diaktifkan dari jarak jauh.

Dansat Brimob Polda Metro Jaya, Kombes Pol Henik Maryanto, menjelaskan bahwa analisis barang bukti menunjukkan bom menggunakan 4 baterai AAAA, electric mass sebagai pemicu, serta bahan peledak mengandung potassium chloride.

“Power-nya menggunakan 4 baterai AAAA. Bom itu memakai sistem remote dan pelaku tidak berada di dalam masjid saat meledakkan,” ujarnya, Selasa (11/11/2025).

Henik menambahkan bahwa sistem receiver sebagai pemicu ledakan tidak ditemukan di masjid, hanya sisa material ledakan yang tersisa. Casing bom di masjid menggunakan jeriken plastik 1 liter yang dilengkapi paku sebagai serpihan.

Selain di masjid, polisi juga menemukan dua bom lain yang diletakkan di Taman Baca dan Bank Sampah. Di Taman Baca, bom ditemukan dalam casing kaleng minuman dengan sumbu bakar, lengkap dengan remote di sebelahnya.

“Penemuan remote di Taman Baca mengindikasikan pelaku mengaktifkan ledakan dari lokasi lain. Jadi saat bom meledak di masjid, pelaku tidak berada di dalamnya,” ujar Henik.

Polisi kini terus mendalami asal-usul pembelian bahan peledak serta motif pelaku dalam perakitan dan pemasangan bom di tiga titik berbeda tersebut. Kasus ini menjadi perhatian besar karena pelaku masih berstatus anak, namun mampu merakit bom dengan tingkat kerumitan tinggi. (Nul)

Cek berita dan artikel menarik lainnya di Google News Indopolitika.com